Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Jenuh Berharap kepada Negeri Sendiri

Kompas.com - 16/08/2011, 02:28 WIB

Haji Herman (49), salah satu tokoh masyarakat Sebatik, mengungkapkan, masyarakat Sebatik menjual hasil bumi ke Tawau karena pasar yang lebih menjanjikan. Untuk kelapa sawit, misalnya, pabrik pengolahan di Tawau menawarkan harga sekitar 600 RM atau Rp 1,7 juta per ton tandan buah segar (TBS), sedangkan pabrik di Semanggaris, Nunukan, hanya berani membeli Rp 1 juta per ton TBS.

Belum lagi ongkos angkut untuk menjual barang ke Nunukan atau Tarakan yang cukup besar. Ongkos angkut ini juga menjadi persoalan utama untuk bahan kebutuhan pokok Indonesia yang masuk ke Sebatik sehingga harga jualnya lebih tinggi dibanding produk dari Malaysia.

Herman menambahkan, yang dibutuhkan masyarakat Sebatik adalah kemudahan akses, termasuk infrastruktur dan pasar. Jika Sebatik dibangun dengan berbagai fasilitas, kemudian memiliki pabrik pengolahan sawit dan kakao sendiri, warga Sebatik pun bakal berpikir dua kali untuk pergi ke Tawau.

Bupati Nunukan Basri mengatakan, pemkab setempat sedang mendorong Sebatik menjadi daerah otonomi baru yang terpisah dari Nunukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut. Saat ini, Basri sudah menandatangani rancangan peraturan daerah pembentukan tiga kecamatan baru di Sebatik agar dapat segera disahkan menjadi peraturan daerah.

Asisten Deputi Potensi Kawasan Perbatasan Laut Badan Nasional Pengelola Perbatasan Sunarto mengatakan, hasil bumi yang dikirim warga Sebatik ke Malaysia terhitung ekspor yang tidak tercatat sebagai devisa. Hal ini tentunya merugikan perekonomian nasional.

Apalagi, hasil bumi dari Sebatik ini berpotensi diklaim Malaysia sebagai produk ekspor mereka. ”Seperti ikan dan kakao dari Indonesia yang kemudian mereka ekspor kembali ke negara lain,” kata Sunarto.

Selain diarahkan menjadi daerah otonomi sendiri, Sunarto mengungkapkan, diperlukan aturan setingkat keputusan presiden untuk mengembangkan Sebatik secara lintas sektoral dengan berorientasi wilayah. ”Jika sudah berkembang, tenaga kerja kita yang ada di Tawau diharapkan mau kembali ke Indonesia,” ucap Sunarto.

Meskipun banyak rencana disusun untuk Sebatik, warga sudah jenuh berharap kepada pemerintah karena tidak kunjung ada perubahan. Yang jelas, mereka kini semakin terbiasa menggantungkan hidup dari Malaysia dan kian apatis terhadap persoalan negeri ini. ”Mungkin kami lebih baik jadi warga negara Malaysia,” kata salah seorang warga mengakhiri perbincangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com