Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buktikan Koruptor Sakit di Pengadilan

Kompas.com - 10/06/2011, 09:07 WIB

oleh Itet Tridjajati Sumarijanto*

KOMPAS.com — Guna menghindar dari rumah tahanan, sudah menjadi tren yang cukup lama (sejak Soeharto) para tersangka kasus korupsi atau pidana lain berkelit dengan alasan sakit.

Anehnya, alasan ini mendapat tanggapan serius. Buktinya, mereka dibebaskan karena alasan sakit. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi grasi bebas kepada salah satu koruptor kakap. Anehnya lagi, setelah bebas, publik mengetahui melalui media massa bahwa tersangka tiba-tiba sembuh dan bisa berjalan normal. Lebih parah lagi, para penegak hukum tidak merasa terhina atau dilecehkan.

Tersangka tetap bebas. Tidak ada usaha untuk menangkap kembali meski para tersangka telah menipu mentah-mentah para penegak hukum. Inikah salah satu tanda bahwa penghayatan nilai-nilai moral Pancasila sudah terkikis bahkan sudah sampai pada titik nadir?

Kalau pemerintah betul berkomitmen melakukan revitalisasi untuk meningkatkan kualitas bangsa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagaimana pidato Presiden di Gedung MPR pada 1 Juni lalu, seluruh komponen bangsa harus memulainya dari sekarang. Dari mana memulainya? Pertama, tentunya dari para penegak hukum yang diasumsikan sebagai komponen pemberi rasa aman, pelindung, dan pengayom rakyat.

Andai hukum ditegakkan dan diterapkan secara benar, para tersangka korupsi yang mengaku ”sakit” tak bisa dibiarkan bebas liar. Harus dibuktikan mereka benar-benar sakit.

Lalu apa yang bisa dijadikan alat bukti? Medical records atau dokumen medis (DM) jawabannya. DM berisi data identitas, ekonomi, dan sosial. Sejak awal diketahui siapa pasien yang akan ditangani dokter. Anamnesis oleh dokter tentang riwayat penyakit pasien dapat dibaca dengan jelas: keluhan bersifat subyektif, pemeriksaan fisik, dan diagnostic aids bersifat obyektif, temuan-temuan penyakit atau keluhan selama berobat secara kronologis, sampai pada kesimpulan diagnosis akhir. Semua harus terdata.

Berdasarkan diagnosis akhir inilah dokter membuat keputusan pemberian obat dan atau tindakan paling tepat. Tanpa data dan informasi yang digali dari pasien dan tercatat jelas secara kronologis, diagnosis akhir seharusnya dinilai tidak valid.

Sangat dimungkinkan

Melalui DM, penegak hukum di pengadilan dapat membaca kembali data dan informasi pasien. Untuk menghadirkan DM di pengadilan, perlu prosedur dan aturan tertentu. Terpenting antara lain ada surat perintah dari pengadilan yang disebut subpoena duces tecum yang ditujukan kepada direktur rumah sakit.

Memang masih ada perdebatan menyangkut informasi pasien yang sifatnya rahasia: apakah dibenarkan pengacara membacakan DM atas nama dokter yang bertanggung jawab terhadap isi DM? Menurut Privacy Rights Clearinghouse di AS, DM orang yang terlibat dalam kasus subpoena sudah menjadi dokumen publik (milik umum)....(selanjutnya, baca Harian Kompas hari ini, 10 Juni 2011).

*Medical Record Administrator

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com