JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie membantah data yang diolah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), yang menyatakan bahwa setiap anggota DPR memperoleh tunjangan pulsa sebesar Rp 14 juta per bulan.
"Yang jelas (tunjangan) pulsa, enggak ada itu bohong. Masak kita dikasih uang pulsa. Ya itulah ciri LSM kita, tanpa klarifikasi langsung publikasi. Dia enggak ngerti. Kita mendapat uang pulsa sekian puluh juta, kan gila itu namanya. Ngawur itu," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/5/2011).
Menurut Marzuki, biaya telepon yang diterima diperuntukkan bagi telepon di rumah jabatan, bukan pulsa yang mencapai belasan juta tersebut. "Telepon rumah jabatan kalau enggak salah dua jutaan," imbuhnya.
Dalam data yang dirilis Fitra, Rabu (11/5/2011), berdasarkan data Daftar Isian Penggunaan Anggaran 2010 dan 2011, anggaran pulsa untuk anggota DPR setahun mencapai Rp 168 juta per anggota atau Rp 14 juta per bulan. Fitra juga mencatat bahwa selama setahun, DPR memperoleh tunjangan komunikasi, untuk pulsa telepon seluler sebesar Rp 102 juta untuk lima kali masa reses atau sekitar Rp 20 juta dalam setiap masa reses. Sementara itu, total anggaran untuk komunikasi atau isi pulsa saja per anggota mencapai Rp 270 juta per tahun.
Wakil Ketua DPR Anis Matta juga telah mengeluarkan bantahan bahwa tunjangan pulsa yang diterima belasan hingga puluhan juta rupiah.
"Enggak sebesar itulah. Setengahnya saja tidak," katanya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/5/2011).
Anis meluruskan bahwa maksud Fitra tentang tunjangan pulsa tersebut adalah tunjangan komunikasi politik. Tidak spesifik disebutkan untuk tunjangan pulsa semata. Namun, politisi PKS ini menyambut baik masukan dari Fitra.
Sementara itu, menurut informasi dari anggota DPR lainnya, Basuki T Purnama, dia tidak pernah menerima tunjangan komunikasi sebesar itu. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar ini mengatakan, ia hanya menerima Rp 7 juta-Rp 8 juta per bulan untuk tunjangan komunikasi politik.
Sekretaris Fraksi PAN DPR Teguh Juwarno mengaku tidak terlalu perhatian dengan besaran tunjangan komunikasi ini setiap bulan karena besaran gaji selalu langsung masuk ke rekening. "Aku lagi cari data apakah data itu betul atau tidak karena kami merasa tidak pernah seperti itu. Tetapi, kami enggak mau berprasangka. Untuk tunjangan komunikasi, aku enggak tahu nilai aktualnya berapa. Ya kurang perhatiin, ya, karena biasanya langsung masuk ke rekening. Tetapi, kok, saya enggak yakin ya segitu," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.