Tembok besar intervensi
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menilai, Polri kerap terhalang kuatnya intervensi ketika menangani kasus-kasus korupsi yang bersinggungan dengan penguasa atau kelompok yang memiliki kekuatan politik.
"Biasanya, kelompok-kelompok berkuasa akan menekan penegak hukum agar tidak sampai (menjerat kelompoknya) atau membatasi kasus," ucap Donal.
Donal tak percaya alasan Polri selama ini bahwa penyidik belum memiliki alat bukti untuk menindaklanjuti kasus korupsi. Donal membandingkan dengan kerja Densus 88 Antiteror yang dapat mengusut setiap kasus meski minim petunjuk.
"Minimnya informasi mampu dikembangkan sehingga menunjuk pelaku," katanya.
"Kalau penanganan kasus korupsi yang melibatkan aparat mereka sendiri, kelompok berkuasa, atau politik kadang kala yang terjadi sebaliknya. Bukti-bukti itu diputarbalikkan sehingga tidak menyentuh mereka. Korupsi itu tidak dilakukan sendiri, tapi berkelompok. Biasanya kalau satu kelompok sudah terbongkar, mudah dikembangkan," tambah Donal.
Dia tak sependapat dengan anggapan bahwa kasus terorisme lebih berbahaya dibandingkan dengan korupsi. Menurut dia, "Kejahatan terorisme dampaknya secara wilayah hanya pada satu titik yang merasa terancam, yaitu titik serangan teroris itu saja. Tetapi, dampak korupsi seluruh rakyat jadi miskin dan sengsara."
"Korupsi semakin memiskinkan republik ini. Sumber-sumber kekayaan alam dibajak dan dipergunakan kelompok-kelompok berkuasa hanya untuk memperkaya kroninya dan kelompoknya. Pastinya akan ada efek berjangka panjang kejahatan korupsi," pungkas Donal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.