Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Gedung untuk Wakil Rakyat

Kompas.com - 30/03/2011, 08:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik rencana pembangunan gedung untuk 560 wakil rakyat di Kompleks Parlemen Senayan masih terus berlanjut. Setelah sempat menuai kontroversi dan reaksi keras masyarakat pada tahun 2010 lalu, kini merebak kembali. Sekretariat Jenderal DPR mengumumkan, proses pembangunan gedung akan dimulai pada 22 Juni 2011 mendatang. Sebanyak 11 perusahaan yang telah mendaftarkan diri untuk menjadi peserta tender akan bersaing menjadi pelaksana proyek senilai Rp 1,138 triliun itu. Penolakan publik tak lain karena besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk membangun gedung setinggi 36 lantai.

Belakangan, publik juga tercengang dengan harga satu ruangan anggota Dewan yang ditaksir mencapai Rp 800 juta. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyangkal bahwa harga satu ruangan sefantastis itu. Tetapi, jika dihitung dengan harga per meter perseginya, angka yang didapatkan untuk satu ruangan anggota Dewan adalah Rp 799,92 juta. Dari mana angka itu didapatkan? Tak lain dari hasil perkalian luas satu ruangan anggota 111,1 meter persegi dengan harga per meternya Rp 7,2 juta per meter persegi.

Ruangan yang luasnya hampir tiga kali lipat dari luas ruangan anggota saat ini, 32 meter persegi, itu akan ditempati anggota DPR bersama asisten pribadinya dan empat orang staf ahli.

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya, harga konstruksi tersebut sudah tergolong murah, bahkan jauh lebih murah daripada pembangunan gedung Mahkamah Konstitusi dan Kementerian Perdagangan.

"Ini Rp 7,2 juta per meter persegi, termasuk elektrikal dan metalikal, termasuk lift. Kalau untuk kontruksinya saja Rp 4,5 juta per meter. Ini sudah rendah. Ini kata Pak Sumirat. Ini sama bangunan empat lantai di kecamatan. Kalau bagi orang teknik, silakan saling menguji. Kalau dibilang Rp 800 juta mahal, ya no comment," kata Marzuki di ruang kerjanya, Gedung Nusantara DPR, Senin (28/3/2011).

Sebagai gambaran, menurut sosialisasi yang dimuat dalam laman situs web www.dpr.go.id, ruangan anggota Dewan akan terdiri dari ruang kerja, ruang ajudan dan asisten pribadi, ruang sekretaris dan ruang tunggu, serta ruang tamu. Selain 600 ruang anggota, gedung setinggi 36 lantai itu juga akan dilengkapi dengan sejumlah ruang rapat dengan kapasitas ruangan dari 10 orang hingga 200 orang.

Sempat beredar kabar, gedung itu akan dilengkapi berbagai fasilitas "wah", di antaranya kolam renang. Keberadaan kolam renang ini diperuntukkan bagi persediaan air jika terjadi kebakaran di gedung Dewan. Namun, belakangan, ada atau tidaknya kolam renang yang akan ditempatkan di lantai 36 itu belum dapat dipastikan.

Politisi royal

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ari Sudjito, menilai apa yang dilakukan DPR dengan pembangunan gedung triliunan itu merupakan tindakan royal. Hal ini dinilainya menjadi preseden tidak baik bagi wakil-wakil rakyat di daerah. Seharusnya, menurut dia, DPR pusat tidak menggunakan anggaran dalam jumlah besar hanya untuk menambah fasilitas bagi dirinya sendiri.

"Tindakan DPR ini akan memicu pembangkangan sipil terhadap politisi royal. Pembangunan gedung dengan uang triliunan itu terlalu mewah. Seharusnya DPR fokus bagaimana budget dialirkan untuk pro-kaum miskin. Jangan hanya untuk kepentingan dirinya. Apa yang dilakukan DPR pusat juga akan jadi preseden buruk bagi parlemen daerah yang akan meniru hal yang sama," kata Ari kepada Kompas.com, akhir pekan lalu.

Ari juga mengingatkan, DPR harus memerhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Ketidakpercayaan masyarakat atas kinerja dan perjuangan para wakil rakyat di parlemen, menurutnya, akan semakin menguat jika DPR bertahan dengan rencananya.

"Parlemen itu harus membangun kemewahan di hati rakyat, bukan dirinya. Kemewahan itu, misalnya, perjuangan di bidang ekonomi, politik, itu kemewahan bagi rakyat. Kalau diukur dengan fasilitas, tidak produktif," ujarnya.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Refrizal, saat dikonfirmasi akhir pekan lalu, membantah tudingan bahwa politisi kental dengan keroyalan dan kemewahan. Menurutnya, pembangunan gedung baru bagi DPR juga bermanfaat untuk seluruh negeri.

"Bukan hanya untuk kita (DPR), tetapi juga untuk seluruh negeri kita. Keuntungannya untuk negara dan banyak memberi nilai plus," ujar Refrizal.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat pun sudah berancang-ancang untuk mengajukan gugatan. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan mengatakan, bentuk gugatan masih dikaji, apakah dalam bentuk citizen law suite, class action, atau legal standing.

"Gugatan ini untuk memberikan pendidikan kepada wakil rakyat bahwa mereka tidak bisa semena-mena menggunakan uang rakyat yang asalnya dari pajak yang dibayarkan," kata Yuna, Minggu (27/3/2011), kepada Kompas.com.

Mengenai materi gugatan, di antaranya, keputusan membangun gedung baru dinilai melanggar ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur tentang pengelolaan keuangan negara. Pasal ini berbunyi, "Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan." Gugatan akan diajukan pada awal April mendatang.

Sikap fraksi

Pascakembali munculnya reaksi publik atas rencana tersebut, sejumlah fraksi mulai bersuara. Fraksi Partai Gerindra menegaskan akan tetap menolak rencana pembangunan gedung baru. Bahkan, dua pekan lalu, Gerindra telah menyatakan tak akan menempati ruangan anggota di gedung baru tersebut. Sikap lainnya, Fraksi Partai Demokrat menekankan tetap mendukung rencana pembangunan, dengan catatan, harus ada penghematan dari dana yang dianggarkan.

Tiga fraksi lain, yaitu Fraksi PAN, Fraksi PPP, dan Fraksi PDI Perjuangan, menyampaikan sikap senada, di antaranya meminta agar rencana tersebut dihentikan, ditunda, dan dikaji ulang. Ketiganya sepakat bahwa Dewan tak bisa menutup telinga dengan berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Empat fraksi lainnya, seperti dikutip Kompas (30/3/2011), menyampaikan sikap beragam. Fraksi PKS menyatakan keberatan dengan rencana pembangunan gedung, tetapi memberikan beberapa catatan. Fraksi PKB mendukung, tetapi meminta agar gedung yang dibangun tak terlalu mewah. Fraksi Partai Golkar, melalui Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, meminta agar rencana DPR tak ditanggapi berlebihan. Menurutnya, gedung yang dibangun tak semewah yang dibayangkan. Sementara Fraksi Partai Hanura secara tegas menolak rencana pembangunan gedung baru.

Seperti apa akhir cerita dari polemik gedung untuk para wakil rakyat ini?

"Sudahlah, DPR tidak usah lagi sibuk dengan urusan yang sifatnya materi dan menguatkan kemewahan yang melekat padanya. Fasilitas yang diberikan rakyat sudah cukup mewah. Lebih baik fokus bekerja," harap Ari.

Bagaimana dengan Anda?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

    Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

    Nasional
    Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

    Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

    Nasional
    Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

    Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

    Nasional
    JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi Sebagai Kebutuhan Tersier Salah Besar

    JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi Sebagai Kebutuhan Tersier Salah Besar

    Nasional
    Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri Lewat Jalur Khusus

    Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri Lewat Jalur Khusus

    Nasional
    Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

    Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

    Nasional
    Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

    Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

    Nasional
    BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

    BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

    Nasional
    UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

    UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

    Nasional
    Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

    Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

    Nasional
    Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

    Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

    Nasional
    Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

    Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

    Nasional
    Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

    Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

    Nasional
    Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

    Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

    Nasional
    Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

    Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com