Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi di Indonesia Aneh

Kompas.com - 02/03/2011, 08:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, koalisi antarpartai masih sangat labil karena beberapa partai bisa mengubah sikap sesuai isu dan kepentingan. Kondisi itu memunculkan ketidakpastian politik yang membuat pemerintah sulit mengambil keputusan strategis dengan cepat dan tegas.

Menurut dia, sistem koalisi yang tercipta pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan anomali atau keanehan politik. Dalam fatsun politik umum, dukungan partai-partai koalisi tak hanya berlangsung di kabinet, melainkan juga dalam parlemen.

”Di Indonesia, partai-partai koalisi pendukung pemerintah mendapat kursi sebagai menteri di kabinet, tetapi bisa berseberangan di parlemen. Ini tidak umum,” katanya di Jakarta, Selasa (1/3/2011). Koalisi semacam itu rapuh dan labil karena muncul sikap partisan.

Ikrar mengatakan ini menanggapi wacana evaluasi koalisi yang digulirkan Presiden SBY sebagai respon pasca-usulan hak angket pajak di parlemen. Partai Golkar dan PKS yang notabene adalah anggota koalisi partai pendukung pemerintah memilih sikap berbeda dengan Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya. Golkar dan PKS mendukung penuh usulan hak angket, sementara Demokrat bersama partai koalisi menolak.

Tanpa menyebut nama parpol, SBY mengatakan, ada sejumlah kesepakatan yang tidak ditaati atau dilanggar oleh 1-2 parpol. ”Jika ada parpol yang tak lagi bersedia menaati kesepakatan yang dibuat bersama saya, tentu parpol seperti itu tidak bisa bersama-sama lagi dalam koalisi. Ini sangat jelas, gamblang, dan menurut saya logikanya juga begitu,” kata Presiden, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa kemarin.

Ikrar berpendapat, agar ketidakpastian tidak terus berlarut-larut, perlu dilakukan kontrak ulang koalisi dengan partai-partai pendukung pemerintah.

Indria Samego, pengamat politik LIPI, menyatakan, yang terjadi terkait dengan koalisi partai-partai pendukung pemerintah merupakan koalisi strategis, bukan koalisi permanen. ”Artinya, itu koalisi on and off, tergantung dari situasi, kapan mendukung SBY merupakan sebuah keharusan dan kapan memihak kepada rakyat,” kata dia.  (NTA/CHE/ATO/LOK)

__________________________________________
Baca Juga: Sultan, Angka 9, dan SBY

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com