Ya, letusan gunung berapi dan gempa-tsunami menjadi ciri khas daya alam yang berpotensi menimbulkan bencana hebat. Tapi kita juga punya potensi tambahan, seperti banjir dan tanah longsor. Yang terakhir ini, selain dipicu oleh alam, kini sering diperburuk oleh akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, yakni aksi perusakan hutan.
Faktor alam tak dimungkiri, yakni cuaca ekstrem yang dipicu pemanasan global akibat emisi gas-gas rumah kaca yang berlangsung terutama sejak Revolusi Industri. Gejalanya telah banyak kita amati dan rasakan, berupa curah hujan di atas normal disertai petir dahsyat, atau musim dingin datang lebih dini dan intensitas salju yang lebih tinggi dari musim-musim terdahulu.
Efek jadi lebih buruk karena kita kalah cepat membangun infrastruktur yang mampu menampung karakter alam baru ini. Jangankan untuk mengakomodasi perubahan alam, bahkan untuk mengakomodasi pertambahan mobil dan motor saja kita kalah cepat. Ditambah dengan aksi pembalakan liar, banjir dan tanah longsor jadi tampak sebagai konsekuensi logis saja dari faktor non-alam di atas.
Dengan meringkaskan kembali dalam sejumlah tulisan di Laporan Akhir Tahun ini, kita dapat menempatkan tantangan yang ada ini dalam fokus kegiatan ke depan.
Di Luar Bencana
Harapan untuk mendapatkan tuturan yang membesarkan hati di luar bencana tampaknya juga belum terpenuhi karena pada ranah non-alam ini pun suasana masih bernuansa muram.
Tekad mengikuti semboyan bijak "Tegakkan hukum sekalipun langit runtuh" sejauh ini masih butuh pembuktian meyakinkan. Memang penanggung jawab rumah tahanan yang memungkinkan mafia pajak Gayus Tambunan keluar hingga ke Bali telah dikenai sanksi. Namun, pertanyaan masih terus tersisa, mengapa hal semacam itu masih bisa terjadi, justru ketika ada banyak retorika terdengar untuk memberantas korupsi dan menegakkan pemerintahan bersih.
Dari kasus perginya Gayus ke Bali ini pula terkuak wajah politik Indonesia, khususnya yang terkait dengan rekam jejak partai. Muncul pertanyaan selanjutnya, benarkah adanya kepentingan politik praktis-pragmatis membuat upaya penegakan hukum jadi lebih sulit?
Dalam refleksi masalah ini pula kita tertarik mengintip apa yang kira-kira akan terjadi di tahun 2011. Termasuk dalam pertanyaan kunci adalah, sanggupkah tiga pendekar penegakan hukum dalam hal ini Jaksa Agung, Kepala Polri, dan Ketua KPK menjalankan misi yang berat ini.
Sementara itu, dari bidang lainnya, yakni ekonomi, kita juga memasuki tahun 2011 dengan bayangan yang tak terlampau meyakinkan. Benar memang masuknya RI dalam G-20 menyiratkan adanya kinerja perekonomian yang baik hingga kita bisa bergabung dengan grup elite ekonomi dunia ini. Namun, sinyal lain juga menampilkan cerita sebaliknya.