Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Demokrasi di Yogya Dipersoalkan

Kompas.com - 02/12/2010, 09:15 WIB

Salah strategi komunikasi karena SBY tidak menyasar langsung pokok persoalan tertundanya pengajuan draf RUU Keistimewaan Yogyakarta, yaitu pasal yang terkait dengan tata cara penetapan Kepala Daerah di DI Yogyakarta.

"SBY malah muter-muter ke arah monarki yang dikontraskan dengan demokrasi. Pokok persoalan di RUU ini kan yang membuat belum disepakati hanya satu pasal, yaitu soal kepala daerah ditetapkan seperti apa. SBY justru malah berkomentar soal monarki yang dianggapnya tidak kompatibel dengan demokrasi," tuturnya.

Burhanuddin menilai SBY membuat blunder dengan melontarkan pernyataan tersebut. Menurutnya, ada dua macam monarki, yaitu monarki konstitusional dan monarki absolut. Sayangnya, lanjut Burhanuddin, SBY hanya menyebutkan monarki yang tidak sejalan dengan demokrasi. Padahal monarki konstitusional adalah monarki yang sejalan dengan demokrasi.

"Ketika SBY hanya menyebut monarki yang tidak kompatibel dengan demokrasi, jelas membuat masyarakat Yogyakarta tersinggung. Karena Keraton Yogyakarta sudah menjadi bagian dari sejarah masyarakat Yogya dan kontribusinya terhadap RI juga tidak kecil. Pernyataan SBY ini menimbulkan kesan ingin melucuti keistimewaan Yogya dan membenturkan keraton dengan demokrasi," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu sore.

Anggota Komite I DPD, Paulus Yohanes Sumino, juga mengatakan, wajar saja jika masyarakat Yogyakarta berang dengan pernyataan SBY tersebut. Dari hasil kunjungan DPD ke Yogyakarta beberapa waktu lalu, Paulus mengatakan, warga Yogyakarta tidak merasa kepemimpinan Sultan selama ini bertentangan dengan demokrasi.

Menurutnya pula, demokrasi berarti kekuasaan ada di tangan rakyat. Selama ini, demokrasi di Yogyakarta ditunjukkan dengan kehendak rakyat yang memberikan kepercayaan langsung kepada Sultan untuk memimpin daerah. Penetapan langsung itu merupakan model demokrasi yang berlaku di Yogyakarta. Maka, Paulus pun turut bertanya mengenai alasan SBY membenturkan sistem tersebut dengan pengertian demokrasi.

"Karena rakyat Yogyakarta kan sudah merasakan sikap Sultan itu tidak monarki, tidak bersikap sebagai seorang raja yang otoriter. Tidak seperti itu. Jadi kalau Sultannya difitnah monarki, rakyat pasti marah," tegasnya kepada Kompas.com, Rabu (1/12/2010).

Selain itu, Burhanuddin ataupun Paulus juga menilai pernyataan SBY dilontarkan dalam momen yang tidak tepat ketika Yogyakarta masih juga belum pulih dari bencana alam akibat meletusnya Gunung Merapi. Maka, lanjut Burhanuddin, lengkaplah kesalahan SBY.


(Bersambung)

_________________________________
Selanjutnya: Menanti Penjelasan Presiden

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    Nasional
    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Nasional
    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Nasional
    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Nasional
    Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

    Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

    Nasional
    Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

    Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

    Nasional
    Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

    Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com