Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Ba'asyir, AS, dan Syariat Islam

Kompas.com - 10/08/2010, 08:05 WIB

KOMPAS.com — Musuh utama Ustaz Abu Bakar Ba'asyir di dunia ini bukanlah Pemerintah Indonesia—siapa pun presidennya—melainkan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Setiap kali beperkara dengan aparat penegak hukum, Abu Bakar Ba'asyir selalu menuding AS-lah dalang perkara tersebut. Demikian pula saat ditangkap kembali oleh tim Densus 88 Antiteror di Banjar Patroman, Ciamis, Jawa Barat, Senin (9/8/2010) pagi, dia langsung menuding AS berada di balik penangkapannya.  

Hal tersebut ditegaskan Ba'asyir dalam surat yang dibacakan Dewan Pembina Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendra Datta, di Mabes Polri, Jakarta, Senin. "Dengan izin Allah saya menolak dengan tegas tentang penangkapan saya juga pemeriksaan karena saya yakin penangkapan dan pemeriksaan tidak lebih dari komoditas politik untuk menyenangkan musuh-musuh Islam (Amerika, Israel, serta segala antek-anteknya di Indonesia)."

Ada apa dengan AS? Mengapa AS terus berusaha agar Ustaz Abu—panggilan akrab Abu Bakar Ba'asyir—ditangkap dan diadili? "Amerika sebenarnya takut dengan dakwah saya yang dianggap Islam garis keras. Mereka takut syariat Islam," tegasnya ketika diwawancara di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Cemani, Sukoharjo, beberapa waktu lalu.

Padahal, menurut Ustaz Abu, syariat Islam merupakan sistem hukum yang paling modern. Memang tampak kejam, tetapi paling modern, katanya. Dia mencontohkan, jika ada seorang pencuri yang  ternyata mencuri karena kelaparan atau kemiskinan—karena terpaksa—maka dia tidak dihukum. "Tetapi jika mencuri karena memang moral yang bisa membawa kerusakan umat, maka harus dihukum. Hukumannya keras, tetapi dampaknya memuaskan," tegas Ustaz Abu.

Mengenai stempel bahwa dirinya merupakan tokoh Islam garis keras, Ustaz Abu mengakui hal tersebut. Namun, tegasnya, keras bukan dalam artis fisik, tapi keras memegang teguh syariat, keras memegang prinsip. "Jadi, kalau sudah menyangkut soal syariat, enggak mau kompromi. Karena, (kalau kompromi) itu batil," tandas mantan Amir (Ketua) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang sekarang memimpin Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) ini.

Dia pun menjelaskan bahwa yang dimaksudkan garis keras adalah pihaknya mengajukan sesuatu yang tidak bisa ditawar, yang harus dilaksanakan, yaitu syariat Islam, namun pelaksanaannya menurut kemampuan. "Tapi enggak boleh ditawar. Umpamanya sudah mampu (menjalankan), lalu masih ditawar lagi, ndak boleh. Kalau sudah mampu, ya harus dilaksanakan. Itu yang dinilai keras," papar Ustaz Abu.

Menurut Ustaz Abu, sebenarnya hanya itu persoalannya. "Jadi, itu yang dianggap (Islam garis) keras. Maksud mereka yang menuduh ormas-ormas (seperti pimpinan Ustaz Abu) itu keras karena mereka mempunyai kecondongan lunak dalam persoalan syariat," ucapnya.

Dia menambahkan, kalau lunak dalam soal fisik—apalagi dalam persoalan dunia—boleh lunak. Tetapi jika menyangkut syariat, tak boleh lunak. "Misalnya ada orang kafir mengganggu dunia kita, kita bela diri. Kalau mau memaafkan, baik. Tapi, kalau sudah  mengganggu syariat, tidak bisa kita bersikap lunak. Sebab, syariat itu  kebutuhan pokok umat," tandas Ustaz Abu. (Junianto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

    Nasional
    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

    Nasional
    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Nasional
    Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

    Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

    Nasional
    Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

    Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

    Nasional
    Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

    Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

    Nasional
    Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

    Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

    Nasional
    Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

    Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

    Nasional
    Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Nasional
    Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

    Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com