Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Penegakan Hukum Indonesia Tercoreng

Kompas.com - 04/11/2009, 05:33 WIB

Sejumlah nama pejabat hukum di Mabes Polri dan Kejagung yang disebut-sebut dalam rekaman menunjukkan keterlibatan masing-masing dalam kasus ini. Dari lingkaran kejaksaan, yang banyak disebut adalah mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga yang kala itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum, dan jaksa Irwan Nasution. Rekaman itu mengungkapkan Anggodo berulang kali berhubungan langsung dengan Wisnu.

Sementara nama-nama dari pihak kepolisian yang disebut-sebut adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji dan sejumlah nama penyidik, yaitu Benny, Parman, Gupu, dan Dikdik.

Anggodo juga berkali-kali berhubungan dengan Kosasih, pengacaranya, dan Bonaran Situmeang, pengacara Anggoro Widjojo, abangnya. Sementara itu, terdapat pula seseorang bernama Ketut dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Ketut dimintai Anggodo seputar perlindungan saksi Ary Muladi dan Edi Soemarsono. Dalam rekaman itu Presiden juga disebut-sebut sudah mendukung.

Sebelum rekaman diperdengarkan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjelaskan dasar-dasar hukum Mahkamah Konstitusi memutuskan pemutaran rekaman pembicaraan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Mahkamah Konstitusi mengacu kepada ketentuan Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 40 UU Mahkamah Konstitusi terkait sifat sidang pengadilan yang terbuka.

”Satu alasan lagi mengapa diperdengarkan untuk umum adalah karena bagi Mahkamah Konstitusi, penegakan dan perlindungan hak asasi manusia lebih tinggi dari segalanya,” ujarnya.

Didesak mundur

Desakan agar Kapolri dan Jaksa Agung mundur kemarin muncul, antara lain, dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki, dan Bambang Widjojanto secara terpisah. ”Sadarlah bahwa Anda sebagai pemimpin telah gagal. Silakan mundur. Itu lebih terhormat daripada dimundurkan,” kata Bambang.

Din Syamsuddin mengimbau Presiden untuk berpihak kepada KPK. Langkah itu diperlukan mengingat bobroknya penegakan hukum di Indonesia. ”Isi rekaman itu membuktikan bobroknya penegakan hukum. Bukti masih kuatnya mafia hukum dan peradilan di Indonesia,” katanya.

Selain itu, isi rekaman tersebut juga menguatkan dugaan kriminalisasi terhadap KPK, khususnya Bibit-Chandra. Oleh karena itu, sudah sepantasnya polisi membebaskan kedua unsur pimpinan (nonaktif) KPK itu dari segala tuduhan.

Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo mengatakan, tim independen yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ada gunanya lagi. Presiden harus segera membersihkan Polri dan Kejagung dari oknum-oknum yang menyimpang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com