JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat antikorupsi berancang-ancang mengajukan judicial review terhadap RUU Pengadilan Tipikor yang disahkan DPR, Selasa (29/9).
Peneliti Hukum ICW, Febri Diansyah, mengatakan, RUU tersebut mengandung sejumlah pasal yang rentan untuk dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Febri menyebutkan sejumlah pasal yang kemungkinan akan di-judicial review. Pengertian penuntut umum yang diatur Pasal 1 angka 4 belum tegas menyebutkan bahwa KPK juga memiliki kewenangan penuntutan. Pasal 1 angka 4 berbunyi, "Penuntut umum adalah penuntut umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan".
"Ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, bisa chaos karena mungkin saja pengadilan di daerah menafsirkan UU yang berbeda," kata Febri seusai mengikuti sidang pengesahan RUU Tipikor, di Gedung DPR, Jakarta.
Demikian pula Pasal 28 yang mengatur tentang penyadapan. Ketentuan bahwa penyadapan harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dinilainya bertentangan dengan UU KPK. Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara mengatakan, penyadapan harus dilakukan dengan izin pengadilan.
"Penyadapan butuh izin pengadilan kami tolak. Penyadapan tidak butuh izin, kalau mengacu pada UU KPK," kata dia.
Selain dua pasal itu, dua pasal rentan lainnya adalah Pasal 26 tentang komposisi hakim dan Pasal 35 mengenai pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi di setiap provinsi.
"Ketentuan tentang hakim ad hoc dan karier. Pasal itu sudah ditolak sejak awal karena ada siasat pemangkasan hakim ad hoc. Tapi ternyata tetap seperti itu," ujar Febri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.