Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakabareskrim: Pencekalan Harus Dilakukan secara Kolektif

Kompas.com - 16/09/2009, 17:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Proses pencekalan terhadap mantan Komisaris PT Masaro Radiokom, Anggoro Wijoyo dan Joko Tjandra, dinilai cacat. Pencekalan tersebut dilakukan sebelum status hukum Anggoro jelas.

Selain itu, cekal dan pencegahan ke luar negeri dilakukan tanpa keputusan kolegial pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Inilah yang menjerumuskan dua pimpinan KPK ke proses hukum.

Wakil Kabareskrim Mabes Polri Inspektur Jenderal Dikdik Maulana Arif mengatakan, Chandra M Hamzah melakukan pencekalan terhadap Anggoro tanpa keputusan kolektif dari lima pimpinan KPK.

"Pencekalan yang dilakukan terhadap Anggoro dan kawan-kawan yang dilakukan Chandra Hamzah sudah menyalahi ketentuan Pasal 21 Ayat 5 UU KPK karena dalam Pasal 21 (pencekalan) harus diputuskan dengan rapat pimpinan secara kolektif. Ini tidak terjadi karena KPK sifatnya kolektif," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/9).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur III Bareskrim Mabes Polri Komisaris Besar Yovianes Mahar. "Dalam menerbitkan keputusan sesuai dengan Pasal 21 Ayat 5 yang dinyatakan dalam UU KPK yang merupakan pedoman mereka bekerja ini adalah kolegial untuk mengontrol mereka agar tidak sewenang-wenang. Ini telah dilanggar oleh Chandra. Dia mengambil suatu proses cekal yang seharusnya kolegial atau kolektif dilakukan hanya sendiri tanpa diketahui pimpinan. Ada apa di balik ini," jelasnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto. Dia, lanjut Yovianes, melakukan pencekalan terhadap Joko Tjandra tanpa mengetahui peristiwa yang terjadi. Ini dinilai telah melampaui batas. Dia juga diduga tidak memberitahukan masalah ini kepada empat pimpinan KPK yang lain.

"Pimpinannya tidak tahu dia sudah mencekal Joko Tjandra. Begitu pun dalam pencabutan cekal Joko Tjandra. Ini tidak melalui prosedural atau melalui substansi bahwa satgas yang melakukan penyidikan Joko Tjandra belum melakukan apa pun padanya. Maka, pimpinan Chandra M Hamzah mencabut cekalnya tanpa melalui proses pemberitahuan. Padahal, satgas dan penyidik menyatakan pencekalannya belum perlu dicabut," tuturnya.

Oleh karena itu, dia melanggar Pasal 21 yang menyatakan pengambilan putusan KPK seharusnya dilakukan secara kolegial. Chandra dan Bibit juga dinilai melampaui kewenangannya karena penetapan cekal itu dilakukan saat Joko Tjandra belum terkait penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan suatu kasus di KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com