Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPHN: UUD 1945 Perlu Diamandemen

Kompas.com - 10/08/2009, 22:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pembinaan Hukum Nasional atau BPHN memandang perlu adanya ketentuan yang mengatur mengenai tata hubungan antar-lembaga negara agar terjadi harmonisasi hubungan kelembagaan, selain juga memperkuat Undang-Undang Dasar 1945.

Ketentuan tesebut harus dituangkan dalam batang tubuh UUD 1945. Oleh sebab itu, tak tertutup jika dimungkinkan adanya perubahan UUD 1945 yang kelima. Perubahan UUD 1945 itu mengenai tata hubungan antar-lembaga negara. Demikian disampaikan Kepala BPHN Prof Ahmad Ramly kepada Kompas di Jakarta, Senin (10/8). MPR tercatat pernah melakukan perubahan UUD 1945 yang terakhir kalinya, yaitu perubahan keempat pada tahun 2002 lalu.

"Diharapkan, dengan adanya ketentuan baru dalam UUD 1945 itu, tidak akan lagi ada disharmonisasi hubungan antar-lembaga seperti yang terjadi sekarang ini. MA telah memutuskan judicial review mengenai pembagian kursi dari hasil pemilihan legislatif. Namun, MK memutuskan lagi mengenai pembagian kursinya. Jadi, ada dua lembaga yang berbeda memutuskan hasil pileg,” papar Ahmad Ramly, seraya mencontohkan disharmonisasi yang pernah terjadi antara MA dengan Komisi Yudisial.

Oleh sebab itu, menurut Ahmad Ramly, bangsa Indonesia harus mulai berpikir untuk masa depan. ”Misalnya, terkait masalah pemilu, apakah itu menyangkut judicial review sebuah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ataupun soal pembagian kursi, kewenangan itu seyogianya hanya ada pada MK saja. Dengan demikian, putusannya hanya satu,” kata Ahmad Ramly.

Dikatakan Ahmad Ramly, hal ini terjadi karena semakin banyaknya lembaga negara dan komisi-komisi yang bisa saja berbenturan satu dengan lainnya.

Apalagi, sekarang ini tidak ada ketentuan lain yang mengatur hubungan antar-lembaga. Padahal, sebelum reformasi, sudah ada Ketetapan (TAP) MPR No III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan atau Antar-Lembaga Tinggi Negara.

”Oleh karena itu, ketentuan yang mengatur tata hubungan antar-lembaga harus di atas Undang-Undang (UU), yaitu UUD 1945. Karena kalau UU, seperti UU tentang MK dan UU tentang MA, akan selalu berbicara sektoral atau hanya berbicara lembaganya masing-masing. Tanpa mengatur bagaimana tata hubungan antar-lembaganya,” jelas Ahmad Ramly.

Sebelumnya, dalam sebuah seminar di Gedung Bappenas, Jakarta, akhir pekan lalu, sebagai salah satu pembicara Prof Ahmad Ramly menyatakan perlunya diatur ketentuan mengenai tata hubungan antar-lembaga negara agar tidak terjadi sengketa antar-lembaga negara seperti keputusan MA mengenai judicial review soal pembagian suara pemilu legislatif diputuskan kembali oleh MK.

Lebih jauh, Ahmad Ramly menyatakan, kemungkinan perubahan UUD 1945 terkait dengan ketentuan tata hubungan antar-lembaga hingga kini masih dibahas oleh tim di BPHN yang dipimpin oleh pakar tata negara, Prof DR Sri Soemantri. ”Apabila pembahasannya selesai dan sudah disimpulkan seperti itu, maka ketentuan tata hubungan antar-lembaga harus dituangkan dalam perubahan UUD 1945 berikutnya,” tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com