Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Golkar Harus Belajar Jadi Oposisi

Kompas.com - 10/07/2009, 05:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com Anggota Dewan Penasihat Partai Golongan Karya, Sultan Hamengku Buwono X, menyatakan, Partai Golkar kini perlu belajar menjadi partai oposisi. Pilihan menjadi oposisi tetap terhormat dan membawa manfaat besar bagi proses demokratisasi dan kepentingan rakyat.

”Toh jadi oposisi juga bisa memberikan keseimbangan yang baik untuk masyarakat. Selama oposisi lemah, mungkin ada sesuatu yang kurang menguntungkan untuk masyarakat. Balance itu penting,” ungkap Sultan, Kamis (9/7) di Yogyakarta.

Menurut dia, Partai Golkar selama ini memiliki kemampuan sebagai partai pemerintah dan ikut berkuasa. Itu berarti Partai Golkar pun seharusnya bisa menjadi partai oposisi. ”Tidak mesti harus berkuasa,” ungkapnya.

Sultan juga mengingatkan agar jajaran Partai Golkar tidak mencari kambing hitam atas kekalahan Jusuf Kalla-Wiranto. Partai Golkar harus tetap kompak dan jangan terjadi saling sikut di internal partai. ”Kalau memang kalah, ya kalah. Jangan cari kambing hitam,” ungkapnya.

Terkait munculnya isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar untuk mengganti JK, menurut Sultan, itu bertujuan mendelegitimasi Partai Golkar untuk kepentingan-kepentingan perebutan kekuasaan di organisasi Partai Golkar. ”Saya tidak setuju dengan cara begitu,” ujarnya.

Tak ada munaslub

Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla bersama pimpinan DPP lainnya, Kamis di Posko Mangunsarkoro, mulai membicarakan persiapan Munas Partai Golkar. Topik ini dibicarakan terkait adanya upaya sejumlah kader Golkar yang mendorong dilaksanakan munaslub dalam waktu dekat.

Hal itu disampaikan Ketua Departemen Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Partai Golkar Yuddy Chrisnandi. Rapat informal, antara lain, dihadiri Jusuf Kalla, Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, dan anggota Dewan Penasihat Fahmi Idris. ”Jadi, tidak ada munaslub. Yang ada adalah munas rutin yang diselenggarakan pada saat ulang tahun Partai Golkar setiap Oktober,” kata Yuddy.

Fahmi Idris mengakui adanya pihak-pihak yang sejak awal pencalonan capres hingga kampanye mempersiapkan munaslub. ”Banyak yang menjadi kandidatnya untuk menjadi pimpinan Partai Golkar. Yang saya tahu berminat adalah Aburizal Bakrie serta beberapa orang lagi,” ungkapnya.

Fahmi juga mengungkapkan, Partai Golkar sulit menjadi partai oposisi karena sejarah dan karakter Partai Golkar yang sudah lebih dari 30 tahun. ”Dulu saya pernah mencoba mengusulkan Partai Golkar menjadi oposisi, tetapi tidak bisa,” ujarnya.

Koalisi berubah

Pagi harinya, Agung Laksono menyebutkan, kelanjutan keberadaan Partai Golkar dalam koalisi besar termasuk salah satu materi evaluasi pasca-Pemilu 2009. ”Keputusan Partai Golkar bisa berubah, tergantung kepemimpinan partai,” kata Agung.

Agung mengakui, ada sebagian yang menyuarakan penyelenggaraan munaslub, tetapi pihak pengurus pusat Partai Golkar belum merapatkannya. Yang pasti, katanya, kekalahan Partai Golkar dalam pemilu legislatif dan pilpres akan dievaluasi. Agung mengakui mesin parpol tidak berjalan sebagaimana mestinya, baik di pusat maupun di daerah.

Tak sampai ke rakyat

Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit menilai kekalahan JK-Win akibat ide dan program-program yang disampaikan pasangan ini tidak sampai ke masyarakat kecil yang berpendidikan di bawah SMP. Padahal, jumlah pemilih kelompok ini mencapai 80 persen dari total pemilih.

Dari aspek kultural, lanjut Sukardi, sebagian besar pemilih yang beretnis Jawa dan Sunda juga masih melihat penampilan fisik pemimpin sebagai laki-laki yang gagah dan berwibawa.

Kondisi itu diperparah dengan kegagalan tim sukses JK-Win menyampaikan ide-ide pasangan itu ke masyarakat, sementara mesin politik Partai Golkar tak solid dan terpecah-pecah.

Kecewa, tetapi menerima

Meskipun kecewa, masyarakat Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, daerah kelahiran calon presiden Jusuf Kalla, bisa menerima hasil hitung cepat raihan suara untuk Kalla dalam pilpres Rabu lalu dengan berbesar hati.

”Pastilah sangat kecewa. Namun, di balik itu ada kebanggaan bahwa sudah ada orang Bugis yang berani tampil bersaing meraih kursi Presiden RI. Apa pun hasilnya, kami hanya bisa pasrah dan berbesar hati. Tentu kita masih tetap menunggu hasil KPU,” kata Abdul Latif (69), teman masa kecil JK.

Hal senada dikatakan Abdul Rahman (50), pedagang di Pasar Lama Watampone. ”Yang saya tidak sangka hanya satu putaran. Tadinya saya berpikir pilpres dua putaran,” katanya.

Menyusul anjloknya suara Partai Golkar di 15 kabupaten/kota dalam pilpres 8 Juli lalu, Pelaksana Tugas Ketua Partai Golkar Sulawesi Utara Max Lumintang meminta diberhentikan dari jabatannya. Permintaan itu ia sampaikan kepada Jusuf Kalla melalui telepon, Kamis.

Lumintang mengatakan, kekalahan telak pasangan JK-Win di Sulut cukup memalukan bagi jajarannya, khususnya di kabupaten-kabupaten yang dikenal sebagai lumbung suara Golkar.

Lumintang menduga suara JK-Wiranto digembosi sejumlah kader partai di kabupaten/kota untuk melemahkan posisi dirinya sebagai pelaksana tugas. ”Saya bilang kalau tidak suka sama saya berhentikan saja, tapi jangan permalukan Pak JK,” katanya.

(DIK/SEM/REN/ZAL/RWN/MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Safenet: Kalau 'Gentleman', Budi Arie Harusnya Mundur

Safenet: Kalau "Gentleman", Budi Arie Harusnya Mundur

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Nasional
Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Nasional
Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Nasional
Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Nasional
Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Nasional
Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com