JAKARTA, JUMAT- Jika terpilih nanti, para calon anggota legislatif diharapkan mampu mendorong perubahan paradigma pembangunan terkait dengan pendidikan. Selama ini, pemerintah masih memandang ekonomi sebagai lokomotif pembangunan. Sedangkan pendidikan dilihat sebelah mata sebagai penggerak pembangunan.
Demikian dikemukakan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta Mukhlis Ludin dalam diskusi publik bertajuk Menakar Komitmen Partai Politik dan Calon Legislatif untuk Memperbaiki Pendidikan yang diselenggarakan Education Forum.
Mukhlis melihat persoalan pendidikan pada tataran makro disebabkan kepemimpinan yang lemah komitmennya terhadap pendidikan. Pendidikan dianggap tidak dapat menjadi lokomotif pembangunan. Seolah-olah lokomotif pembangunan itu hanya perekonomian.
"Apakah pernah dipikirkan oleh para calon anggota legislatif untuk mengubah paradigma tersebut?" tanya Mukhlis.
Di banyak negara, pendidikan mampu menjadi motor pembangunan. Pembangunan sumber daya manusia kemudian ikut mendorong kinerja industri dan perekonomian. Pendidikan juga merupakan penjaga peradaban.
Perubahan paradigma tersebut merupakan persoalan strategis yang dapat membawa bangsa ini keluar dari kotak kemuraman kualitas sumber daya manusia. "Kita sudah tahu ada yang keliru. Tetapi, tetap hiruk pikuk di dalam kotak bukannya mencoba keluar," ujarnya.
Dengan perubahan paradigma tersebut prioritas kemudian ditentukan. Selama ini, pembicaraan mengenai pendidikan lebih banyak berhenti pada tataran gagasan. Di lapangan, kondisi tidak banyak berubah mulai dari persoalan rendahnya kualitas guru, infrastruktur pendidikan tidak memadai, dan terbatasnya akses.
"Kalau ada satu fokus saja yang dengan sungguh-sungguh dilaksanakan, wajah pendidikan di tanah air akan berangsur berubah," ujarnya.
Agar dapat fokus dalam pembangunan pendidikan tersebut harus jelas cetak biru, arah, dan tujuan pendidikan. Di beberapa negara, pendidikan dalam tataran praktis ditujukan untuk membangun kelas menengah yang kuat agar dapat menopang pembangunan ekonomi.
Dengan tujuan seperti itu, struktur kelas menengah dikendalikan dengan sangat hati-hati, misalnya, dihitung mulai jumlah dokter, insinyur, guru, ekonom, dan sumber daya manusia lainnya. Dengan adanya desain tersebut maka seluruh energi di arahkan ke sana.
Direktur Institute of Education Reform Universitas Paramadina, Utomo Dananjaya, mengatakan, yang terjadi di dunia pendidikan sekarang adalah kesenjangan antara idealisme dan praktik di lapangan.
Untuk mempersempit jurang tersebut tidak dapat sembarangan. Ada filsafat, teori, dan ideologi pendidikan yang harus dipikrikan. Para pakar dapat berdebat soal ketiga hal tersebut, namun konstitusi dalam kehidupan bernegara tidak bisa diperdebatkan.
"Itulah pegangan dalam hidup berbangsa dan bernegara yang telah disepakati," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.