JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura berlaku untuk mengekstradisi pelaku 31 jenis tindak pidana, antara lain korupsi, terorisme, dan pencucian uang.
"Pada dasarnya, perjanjian tersebut berlaku untuk mengekstradisi para pelaku 31 jenis tindak pidana. Di antaranya, tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, narkotika, terorisme, dan pendanaan terorisme," ujar Ari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (23/3/2024).
"Perjanjian tersebut dapat berlaku surut (retroaktif) selama 18 tahun ke belakang, sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa dalam Pasal 78 KUHP," lanjutnya.
Ari mengungkapkan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merupakan kerangka kerja sama hukum untuk melakukan penyerahan pelaku tindak pidana (ekstradisi) antarkedua negara, yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2023.
Melalui perjanjian tersebut, Indonesia dapat memperkuat jangkauan upaya penegakan hukum nasional dan pemberantasan tindak pidana.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan mengatakan, Indonesia dan Singapura telah menyelesaikan tiga perjanjian.
Salah satunya perjanjian kerja sama pertahanan dan ekstradisi buronan antara Indonesia dan Singapura.
Selain itu, ada pula soal pengalihan Flight Information Region (FIR) dari Singapura ke Indonesia.
Menurut Luhut, perjanjian-perjanjian itu merupakan isu bilateral yang menjadi isu sejak lama antara kedua negara.
"Berkat pendekatan diplomasi yang baik dari Presiden @jokowi bersama PM Lee Hsien Long, ketiga perjanjian tersebut bisa disepakati bersama," tulis Luhut dalam akun Instagram resminya @luhutpandjaitan.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/23/15142671/perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-berlaku-untuk-31-jenis-pidana-istana