JAKARTA, KOMPAS.com - Isu soal rencana bergabungnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Partai Golkar sebelum atau sesudah periode kedua pemerintahannya berakhir semakin santer.
Sampai saat ini status Presiden Jokowi sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi dipertanyakan, meskipun partai berlambang banteng bermoncong putih itu tidak pernah secara tegas menyatakan status keanggotaan Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi membiarkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (Cawapres) mendampingi calon presiden (Capres) nomor 2 Prabowo Subianto.
Gibran juga merupakan kader PDI-P dan menang saat diusung mereka dalam pemilihan kepala daerah Kota Solo pada 2020 silam.
Hubungan antara PDI-P dan Jokowi akibat persaingan politik dalam Pilpres 2024 terlihat kurang harmonis.
Di sisi lain, PDI-P juga mengusung Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Kini PDI-P juga turut mengomentari soal peluang mengajukan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terkait dugaan pelanggaran pemerintah dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Padahal, PDI-P sampai saat ini masih menjadi salah satu partai koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Isu Jokowi yang disebut bakal bergabung ke Golkar mencuat ketika dia mengenakan dasi berwarna kuning saat berangkat melakukan kunjungan kerja ke Tokyo, Jepang, pada 16 Desember 2023.
Partai Golkar pun menyatakan mereka sangat senang jika Jokowi memang berniat bergabung.
"Cuma kita lihat seperti apa. Kalau mau gabung ya seperti apa. Kita harus menunggu. Saya hanya bisa berdoa semoga bergabung beneran," kata Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar sekaligus Ketua Umum ormas pendiri Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Adies Kadir, Selasa (27/2/2024) lalu.
Menurut Peneliti Institute for Advanced Research Unika Atma Jaya Yoes Kenawas, peluang Jokowi bergabung dengan Golkar memang terbuka jika melihat hubungan dengan PDI-P yang memburuk belakangan ini.
Akan tetapi, Golkar kemungkinan juga bakal mempertimbangkan keuntungan yang didapat dari Jokowi jika memang benar bergabung dengan mereka.
Maksudnya adalah Golkar memperhitungkan jika Jokowi bergabung maka apakah mampu mendongkrak elektabilitas partai dengan bantuan para pendukungnya, atau membuka akses politik terhadap berbagai kalangan yang selama ini belum disentuh oleh partai itu.
"Tapi masih harus ditunggu dulu dan dilihat apa yang bisa diberikan Golkar kepada Jokowi," saat dihubungi pada Kamis (29/2/2024).
Di sisi lain, Yoes juga menilai dalam situasi saat ini rasanya agak sulit jika Jokowi bergabung dengan Golkar kemudian menduduki posisi sebagai pucuk pimpinan.
"Saat ini kan Airlangga masih Ketum, agak sulit rasanya untuk saat ini beliau mau lengser dari posisi ketum. Mungkin di posisi lain bisa," ujar Yoes.
Selain itu, Yoes juga menilai terdapat faktor persaingan berbagai faksi politik di internal Golkar yang tidak bisa dikesampingkan jika Jokowi memang benar-benar bergabung.
Apalagi di masa lalu Golkar sempat mengalami krisis kepengurusan karena terjadi perebutan pengaruh di antara faksi-faksi yang berada di dalam partai itu.
"Oleh karena itu pertanyaannya, apa posisi yang akan didapatkan oleh Jokowi? Sejauh mana Airlangga mau mengakomodasi kepentingan Jokowi, apalagi setelah beliau tidak lagi menjabat? Apakah Jokowi akan menjadi sekutu atau justru jadi calon pesaing Airlangga?" papar Yoes.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/29/17133801/golkar-diprediksi-bidik-keuntungan-elektoral-jika-jokowi-bergabung