"Kalau bolehnya, sangat sangat boleh, ini kan sekarang seakan disebarkan pembicaraan juru bicara, juru bicara untuk mengatakan angket itu tidak cocok, siapa bilang tidak cocok?" kata Mahfud menjawab pertanyaan awak media di Yogyakarta, dikutip dari keterangan yang diterima Kompas.com, Minggu (25/2/2024).
Kendati demikian, Mahfud menyatakan bahwa angket yang diberlakukan DPR bukan untuk pemilunya, melainkan kebijakan yang berdasar kewenangan tertentu.
Pemerintah, menurut Mahfud, dalam hak angket akan menjadi pihak yang diperiksa oleh DPR.
"Yang bisa diangket pemerintah, kalau ada kaitan dengan pemilu, boleh, kan kebijakan, kemudian dikaitkan dengan pemilu. Tapi, yang diperiksa tetap pemerintah, itu tinggal politik saja," ujar Mahfud.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini mengingatkan, hak angket adalah urusan DPR dan partai politik dan bukan kewenangannya.
"Karena itu, saya tidak punya wewenang untuk melakukan itu. Tapi, kalau sebagai ahli hukum ditanya apakah boleh, amat sangat boleh," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ini.
Mahfud menilai bahwa belakangan ahli-ahli sudah pula bicara kalau hak angket itu urusan DPR dan partai politik.
Menurut dia, soal siapa yang boleh dilakukan angket tentu saja pemerintah terkait kebijakan-kebijakan yang diambil.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan bahwa hak angket tidak untuk hasil pemilu.
Sebab, menurutnya, hak angket tidak akan mengubah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atau mengubah keputusan MK yang memang memiliki jalur sendiri.
Mahfud mengatakan, sesuai konstitusi, DPR RI memang memiliki hak untuk melakukan hak angket dalam syarat-syarat tertentu terhadap kebijakan pemerintah. Artinya, DPR memiliki hak melakukan pemeriksaan atau penyelidikan.
Menurut Mahfud, KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memang tidak bisa dilakukan angket. Tetapi, yang dibolehkan untuk dilakukan angket tidak lain pemerintah, termasuk jika itu memiliki kaitan dengan pelaksanaan pemilu.
Sebagai informasi, wacana penggunaan hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 semakin kuat berembus.
Wacana itu pertama kali diusulkan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menggunakan hak angket di DPR.
Menurut dia, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mendukung untuk menggunakan hak angket di DPR.
"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies saat ditemui di Kantor Tim Hukum Nasional (THN) Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada 20 Februari 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/25/14560661/mahfud-hak-angket-sangat-boleh-siapa-bilang-tidak-cocok