Salah satunya adalah tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di banyak rumah sakit (RS) di Indonesia.
"Hampir seluruh rumah sakit tidak memiliki TPS khusus sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih," kata Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian dalam konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).
Selain itu, ribuan warga binaan pemasyarakatan juga disebut tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Catatan Komnas HAM, ada 1.804 warga binaan di Lapas Kelas 1 Medan tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP.
"Sementara itu, di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) yang masuk dalam DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara," kata Saurlin.
Hal yang sama juga terjadi di Lapas Kelas IIA Manado, sekitar 101 warga binaan tidak bisa menggunakan hak pilih karena kekurangan surat suara.
Temuan Komnas HAM lainnya, akses bagi kelompok disabilitas sangat kurang.
"Selain sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah disabilitas, Komnas HAM juga tidak menemukan adanya surat suara braile bagi pemilih netra," ujar Saurlin.
Terakhir, Komnas HAM memberikan catatan atensi penyelenggara pemilu yang kurang terhadap masyarakat adat Baduy yang belum memiliki KTP elektronik.
"Sebanyak 600 orang masyarakat adat Baduy Luar belum memiliki e-KTP sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih," kata Saurlin.
"Selain itu, kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh penyelenggara pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat," ujarnya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/21/22225191/temuan-komnas-ham-terkait-pemilu-hampir-seluruh-rs-tak-miliki-tps-khusus