JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (Amin) menilai proyek lumbung pangan nasional atau food estate tak tepat sasaran karena mengabaikan saran petani dan para pakar.
Menurut Co-captain Timnas Amin, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, seharusnya proyek lumbung pangan atau food estate karena minimnya ruang dialog antara pemerintah dengan masyarakat dan ilmuwan.
"Ya ini kembali lagi kepada proses dan prosedur terutama minimnya konsultasi publik, minimnya dialog dengan ahli, pakar, dan bahkan dalam hal ini petani lokal," kata Tom dalam program Livi On Point di Kompas TV, seperti dikutip pada Minggu (28/1/2024).
Tom kemudian menyinggung soal pengakuan para petani yang menyebut tanah di wilayah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, tidak cocok buat ditanami singkong.
Menurutnya, hal itu tidak akan terjadi jika dilakukan kajian mendalam dengan menaati kaidah ilmu pengetahuan sebelum proyek dieksekusi.
"Kajian-kajian, penelitian, yang konsumsi publik itu harus dilakukan sebelum proyek dieksekusi. Ini malah proyek dieksekusi dulu, ternyata berbenturan dengan banyak realita kemudian kan bolak-balik, ngawur," ujar Tom.
Tom juga menyebut kegagalan yang terjadi pada proyek food estate disebabkan kesalahan mendasar.
"Kegagalan-kegagalan yang kita lihat, itu sebetulnya bersifat konyol," ucap Tom.
"Harusnya dari awal, ini sangat mendasar. Tanya saja dengan warga lokal. Kira-kira apa tanaman yang cocok untuk kondisi lahan di situ. Tapi karena ini sangat top down, bukan bottom up, akhirnya hal-hal yang sangat mendasar malah mengganjal," sambung Tom.
Proyek food estate dilaksanakan di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Selatan.
Di wilayah Merauke, Papua, pemerintah berencana akan mengembangkan 37.000 hektare lahan menjadi sawah untuk ditanami padi.
Namun menurut Rektor IPB University Arif Satria, menanam padi bukan kultur masyarakat Merauke sehingga proyek ini diperkirakan tidak akan berjalan maksimal.
"Masalahnya, siapa yang akan memproduksi karena kultur masyarakat sana itu belum terbiasa menanam padi seperti itu, perlu proses," ucap Arif dalam diskusi yang diselenggarakan Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) di Jakarta, Rabu (24/1/2024), dikutip dari Kompas.id.
"Kita harus jernih dan kepala dingin untuk menyelesaikan masalah pangan ini. Kalau masalah pangan terus dipolitisasi, kita akan selesai.”
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga menilai proyek food estate sarat kepentingan politik dan merusak lingkungan serta menimbulkan konflik agraria.
Proyek food estate di Gunung Mas menjadi contoh nyata kompleksitas masalah dalam proyek ini.
Singkong yang ditanam di lahan gambut akhirnya gagal panen dan kemudian diganti dengan tanaman jagung di dalam polybag. Padahal, anggaran yang disiapkan melalui Kementerian Pertahanan semakin besar.
Presiden Joko Widodo dilaporkan menyiapkan Rp 108,8 triliun pada 2024 untuk program ketahanan pangan, salah satunya food estate.
Selain itu, disinyalir ada pula konflik kepentingan antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam proyek ini karena PT Agro Industri Nasional yang mengelola food estate di Kalimantan Tengah merupakan perusahaan binaan Kementerian Pertahanan.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/28/05300081/kubu-amin-anggap-proyek-food-estate-ngawur-sebab-tanpa-dialog-dengan-petani