Aset tersebut terdiri atas aset milik Rafael Alun maupun sang istri,Ernie Meike Torondek yang saat ini sedang dalam status penyitaan.
Selain aset tersebut, mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan itu juga meminta aset berupa harta waris atas nama ibunya, Irene Suheriani Soeparman yang juga tengah dalam status penyitaan.
Hal ini disampaikan kuasa hukum Rafael Alun, Junaedi Saibih dalam sidang duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).
"Mengembalikan seluruh aset atas nama pihak ketiga lainnya yang sedang dalam status penyitaan," kata Junaedi merujuk aset lain Rafael Alun.
Rafael Alun juga disebut meminta agar nama baik dan harkat martabatnya dipulihkan. Bahkan, Rafael Alun meminta supaya hak-haknya turut dipulihkan.
Tak hanya itu, Rafael Alun juga meminta supaya majelis hakim dapat melepaskan dirinya dari segala tuntutan. Dengan kata lain, ia meminta dapat menghirup udara bebas.
"Membebaskan Terdakwa Rafael Alun Trisambodo dari tahanan," ujar Junaedi.
Dalam kesempatan ini, Junaedi juga meminta agar majelis hakim dalam memvonis dapat mempertimbangkan hal-hal yang meringankan.
Adapun faktor meringankan tersebut antara lain, Rafael Alun selama ini belum pernah dihukum.
Selain itu, selama proses persidangan, Rafael Alun diklaim bersikap sopan, jujur, dan telah kooperatif dalam mengikuti jalannya proses persidangan dengan baik.
Rafael Alun juga merupakan tulang punggung keluarga.
"Terdakwa telah banyak berjasa kepada bangsa dan negara Indonesia," imbuh dia.
Dalam kasus ini, Rafael Alun dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah menerima gratifikasi dan melakukan TPPU.
Jaksa KPK menuntut Rafael Alun dipidana penjara selama 14 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider subsider enam bulan penjara.
Tak hanya itu, eks pejabat pajak ini juga dituntut dengan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti senilai Rp 18,9 miliar subsider tiga tahun kurungan.
Jaksa menyatakan Rafael Alun terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Rafel juga disebut melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Rafael Alun dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaan jaksa, Rafael Alun diduga menerima gratifikasi bersama istrinya, Ernie Meike Torondek yang juga komisaris dan pemegang saham Artha Mega Ekhadana (ARME).
Uang belasan miliar diterima oleh Rafael Alun dan istrinya melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Jaksa juga menyebut bahwa keduanya mendirikan PT ARME pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieke sebagai Komisaris Utama.
Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha di bidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak.
Namun, dalam operasionalya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko. Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian, Rafael juga mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.
Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 2012 dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris di mana salah satu bidang usahanya menjalankan usaha di bidang pembangunan dan konstruksi.
Dari hasil penerimaan gratifikasi, Rafael Alun diduga melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil pendapatan yang tidak sah itu.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/02/19055741/di-sidang-duplik-rafael-alun-minta-asetnya-yang-disita-dikembalikan