JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan dikembalikan menjadi lembaga independen guna mencegah program pemberantasan rasuah semakin melemah.
"KPK harus dikembalikan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dengan cara kembali mengubah UU KPK, di mana KPK harus dikeluarkan dari rumpun kekuasaan eksekutif," kata Manajer Program Departemen Pemerintahan Demokratis Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola, saat pemaparan hasil evaluasi itu dalam acara Senja Kala Penguatan KPK yang diselenggarakan TII di Jakarta, Senin (4/12/2023).
Alvin juga menyarankan supaya status pegawai KPK dikembalikan dari aparatur sipil negara menjadi pegawai lembaga buat mempertahankan independensi.
"Sumber daya manusia (SDM) KPK harus sepenuhnya dikelola dan diisi oleh KPK secara mandiri dan independen. KPK harus melepaskan diri dari memenuhi kebutuhan SDM dari kementerian atau lembaga lainnya," ujar Alvin.
"Lebih khusus lagi KPK harus melepaskan diri mengisi posisi jabatan penyidik dari institusi kepolisian, dan KPK harus merekrut sendiri penyidiknya," sambung Alvin.
Alvin juga mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperlihatkan komitmen pemberantasan korupsi dengan mengembalikan independensi KPK,
serta memenuhi kebutuhan sumber daya dalam bentuk anggaran yang cukup bagi lembaga antirasuah itu.
"Jika nantinya dilakukan perubahan kembali terhadap UU KPK maka struktur KPK juga perlu ditinjau kembali, karena saat ini birokrasi KPK terlihat sangat gemuk dengan potensi redundansi tugas sehingga masih sangat mungkin untuk disederhanakan," ucap Alvin.
Menurut Alvin, penilaian evaluatif kinerja KPK yang dilakukan TII pada periode April-Oktober 2023.
Dalam evaluasi itu TII menemukan terjadi penurunan derajat tingkat independensi KPK di mata publik.
Dia mengatakan, publik ragu terhadap independensi KPK sebagaimana terlihat dalam penanganan kasus-kasus strategis, khususnya yang melibatkan politikus.
Alvin memaparkan terdapat lima indikator yang dinilai buruk dari sembilan indikator yang terkait dengan independensi dan kelembagaan KPK.
Pertama soal independensi kelembagaan KPK memburuk sejak UU KPK hasil revisi memasukkan lembaga itu ke dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Lantas faktor ketiga adalah kekuatan penyelidikan dan penuntutan KPK juga berkurang dengan adanya ancaman pidana terhadap insan KPK, ketika tidak memusnahkan seketika hasil sadapan yang tidak terkait perkara.
Selain itu Alvin juga menyoroti penghapusan status pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.
Hal keempat adalah kewenangan operasional KPK dinilai tidak independen karena sudah tak dapat lagi merekrut dan mendidik penyelidik secara mandiri, melainkan harus bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan.
Yang kelima adalah dugaan intervensi kekuatan politik tidak bisa dinafikan dari kerja-kerja KPK sebagaimana terlihat di beberapa perkara yang terkait aktor-aktor politik.
"Satu-satunya indikator yang dinilai masih baik perihal independensi dan kewenangan KPK adalah kekuataan rekomendasi," ujar Alvin.
Alvin mengatakan, metodologi evaluasi Anti Corruption Agency (ACA) 2023 dilakukan dengan meminta pandangan lebih dari 100 pakar serta pemangku kepentingan tingkat nasional maupun daerah.
Para pakar itu berasal dari lembaga pemerintah, legislator, penegak hukum, lembaga peradilan, asosiasi pengusaha, komisi negara, pakar antikorupsi dan pembangunan, pakar hukum, media massa, hingga organisasi masyarakat sipil.
Dia menyampaikan, kinerja KPK diukur dengan menggunakan 50 indikator yang terbagi dalam 6 dimensi. Metodologi ACA Assessment juga membagi indikator ke dalam 14 indikator faktor pendukung internal, 16 faktor pendukung eksternal dan 20 kinerja aktual.
Basis pengukuran ini diambil dari UNCAC pasal 6 dan 36, serta The Jakarta Principles (2012) serta turunannya. Setiap indikator akan diberi skor dengan skala tiga poin (rendah, sedang, tinggi) guna melihat kecenderungan kinerja ACA.
Studi itu, kata Alvin, memadukan analisis kebijakan, analisis berita, wawancara pakar dengan panduan pertanyaan semi-terstruktur serta diskusi kelompok terfokus dengan pemangku
kepentingan utama.
Penilaian dilakukan pada April-Oktober 2023, untuk melihat keseluruhan kinerja KPK pasca disahkannya UU 19/2019.
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/05/20505731/kpk-disarankan-kembali-independen-supaya-sesuai-tujuan-pendirian