Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa sidang ulang atas kasus yang di dalamnya terdapat pelanggaran etik hakim, sebagaimana ketentuan UU Kekuasaan Kehakiman, tidak bisa diterapkan di MK.
Pasalnya, sebagiamana UU MK, putusan yang dibuat MK adalah final dan mengikat.
Pengacara pemohon perkara ini, Viktor Santoso Tandiasa, khawatir argumentasi ini kelak dipakai untuk menjustifikasi putusan-putusan MK yang terdapat pelanggaran etik di masa depan.
Diketahui, eks Ketua MK Anwar Usman dinyatakan melanggar etika berat sehingga dicopot dari jabatannya terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Sementara itu, delapan hakim konstitusi lainnya juga dinyatakan melanggar kode etik karena dinilai tak dapat menjaga informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang seharusnya menjadi rahasia.
"Itu kemudian dibiarkan artinya dimaklumi, atau bahkan dianggap biasa karena putusan MK sifatnya final dan mengikat. Padahal konflik kepentingan dan intervensi dari luar itu terjadi sebelum putusan. Nah, ketika sudah diputus, putusan dinyatakan final dan mengikat lalu kemudian tidak bisa dikoreksi," kata Viktor usai sidang pembacaan putusan, Rabu (29/11/2023).
Viktor mengaku khawatir situasi tersebut dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab dalam putusan-putusan MK ke depan, termasuk dalam hal sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu)
"Menjadi kekhawatiran karena nanti MK bisa menempatkan diri pada kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, yang sebelumnya berlaku hanya ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), ini juga nanti bisa dikaitkan bisa juga untuk MK, karena ini sifatnya terstruktur," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/29/18370071/mk-tolak-gugatan-ulang-usia-capres-cawapres-pelapor-khawatir-kasus-anwar