Salin Artikel

Tuntutan Haris-Fatia di Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut Dinilai Tak Obyektif, Jadi Alarm Bahaya bagi Demokrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi menyayangkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada Koordinator Kontras 2020-2023, Fatia Maulidiyanti dan Pendiri Lokataru, Haris Azhar, dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Haris Azhar dituntut hukuman maksimal 4 tahun penjara, sedangkan Fatia dituntut 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.

Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi, Nurkholis Hidayat, menyebut tuntutan JPU terhadap Haris dan Fatia tidak obyektif.

“Kami menilai bahwa tuntutan ini jauh dari obyektif, sebab didasarkan pada ketidaksukaan, bukan pada pertimbangan hukum yang relevan. Fakta-fakta yang dijabarkan pun sangat tendensius dan penuh dengan karangan,” kata Nurkholis dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11/2023).

Tim Advokasi untuk Demokrasi menyampaikan sudah mengajukan alat bukti surat pada pemeriksaan saksi dan ahli untuk memperkuat pembuktian bahwa Fatia dan Haris tidak bersalah.

Akan tetapi, JPU dinilai telah mengesampingkan proses pembuktian di persidangan.

Sebab, JPU tidak menyinggung persoalan kebebasan berekspresi, konflik kepentingan pejabat hingga narasi Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP) yang merupakan inti dari kritik Haris dan Fatia kepada Luhut..

“Justru, Jaksa menyatakan semua isu yang diangkat merupakan rekayasa,” ujar Nurkholis.

Nurkholis menambahkan bahwa tuntutan JPU merupakan bagian dari "Malicious Prosecution" atau wujud kriminalisasi karena tuntutan tidak berdasarkan hasil-hasil pembuktian di persidangan.

“Tuntutan yang dibacakan Jaksa memiliki muatan permusuhan pribadi, bias, atau alasan lain di luar kepentingan keadilan. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan pidana maksimal yakni penjara 4 tahun dan Jaksa menyatakan bahwa tidak ada satu pun alasan yang meringankan,” tambah dia.

Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi lainnya, Muhammad Isnur, menilai tuntutan terhadap Haris dan Fatia ini merupakan bentuk menginjak-nginjak hukum sekaligus alarm berbahaya bagi situasi demokrasi khususnya kebebasan sipil di Indonesia.

Selain itu, menurut Isnur, tuntutan ini semakin mempertegas bahwa JPU merupakan institusi penegak hukum yang memberikan sumbangsih besar terhadap buruknya situasi HAM, khususnya kebebasan dalam berpendapat.

“Jaksa pun bertindak tidak profesional karena melahirkan tuntutan manipulatif, jahat dan politis. Terlebih penggunaan UU ITE lagi-lagi menegaskan bahwa produk hukum ini problematik, bersifat karet, dan menggerus hak-hak digital masyarakat,” ucap Isnur.

Selain itu, Isnur menyebut JPU melakukan tuduhan yang sangat serius lantaran menganggap masyarakat sipil melakukan tindakan kriminal, tetapi sering berdalih pada HAM dan kebebasan.

“Jaksa bahkan mengutip quote dari buzzer di akhir surat tuntutannya. Hal ini memperlihatkan bobroknya institusi Kejaksaan selama ini,” ujar dia.

Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula saat Haris dan Fatia berbincang dalam podcast di Youtube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

Dalam video tersebut, Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Keberatan dengan tudingan itu, Luhut melaporkan keduanya ke polisi atas perkara pencemaran nama baik. Kasus ini pun bergulir di persidangan.

Dalam tuntutannya, JPU menilai bahwa baik Haris dan Fatia dianggap secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/14/13250081/tuntutan-haris-fatia-di-kasus-pencemaran-nama-baik-luhut-dinilai-tak

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' di Pilkada Jakarta

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" di Pilkada Jakarta

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Nasional
Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Nasional
Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Nasional
Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Nasional
Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Nasional
KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

Nasional
Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke