Pengumuman penetapan tersangka terhadap Eddy disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2023) pekan lalu.
“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2023).
Alex mengatakan, pihaknya telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk empat orang tersangka.
Menurut Alex, sebanyak tiga di antaranya diduga menerima suap dan gratifikasi. Sementara satu pihak lainnya merupakan terduga pemberi suap.
“Dari pihak penerima tiga, pemberi satu,” ujar Alex.
Dikutip dari pemberitaan Kompas TV, selain Eddy Hiariej, dua asisten pribadinya juga diduga menerima suap yakni Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM).
Sementara satu orang lain yang diduga memberi suap atau gratifikasi ialah seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan (HH).
Bahkan, Guru Besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu juga belum diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka.
Pihak pelapor yakni Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, berharap agar KPK segera menahan Eddy.
"Kami mendesak KPK untuk melakukan penahanan terhadap Wamenkumham Profesor Eddy Hiariej supaya ditahan kalau sudah tersangka," kata pengacara Sugeng, Deolipa Yumara di Kawasan Tebet, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Sebagaimana diketahui, Sugeng Teguh Santoso adalah pihak yang melaporkan Wamenkumham atas dugaan gratifikasi ke KPK pada 14 Maret 2023.
Diminta mundur dari jabatan
Selain itu, Deolipa juga mendesak Eddy mundur dari jabatan Wamenkumham.
Menurutnya, Eddy bisa fokus menghadapi persoalan hukum yang menjeratnya jika sudah mundur dari jabatannya sebagai wakil menteri.
"Harapannya adalah Pak Wamenkumham mengundurkan dari jabatannya sebagai Wamenkumham supaya lebih fokus mengikuti persoalannya sendiri," ujar Deolipa.
Eddy juga dinilai perlu mundur karena Wamenkumham adalah jabatan yang berkaitan dengan etika dan moral.
Apalagi, Eddy juga dikenal sebagai seorang profesor di bidang ahli hukum pidana.
Deolipa mengatakan, jika Eddy enggan mundur, seharusnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bergerak untuk memberhentikan wakilnya tersebut.
"Kalau enggak bisa juga kami meminta kepada Pak Menteri Pak Yasonna Laoly supaya memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya," katanya.
Hal ini lantaran Yogi selaku pelapor dan Wamenkumham sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
"Kami dari Ketua Tim Advokasi IPW, kita meminta Mabes Polri, Kabareskrim supaya menghentikan perkara dengan terlapor adalah Ketua IPW Sugeng Santoso. Kita minta dihentikan," ujar Deolipa.
"Nah ini sekarang kan Wamenkumhamnya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Jadi nama baiknya sudah jadi nama buruk. Jadi sudah jadi nama buruk, pencemaran nama baiknya hilang. Jadi pencemaran nama buruk kan enggak ada juga," katanya lagi.
Diketahui, tak lama setelah Sugeng melaporkan Wamenkumham atas kasus dugaan gratifikasi ke KPK, Yogi melaporkan Ketua IPW atas dugaan pencemaran nama baik di Bareskrim Polri.
Laporan terhadap Sugeng ini terdaftar di Bareskrim dengan surat nomor STTL/092/III/2023/BARESKRIM yang dilayangkan oleh Yogi Ari Rukmana (YAR), tanggal 14 Maret 2023.
Ketua IPW dilaporkan lantaran diduga telah menyebutkan nama Yogi sebagai perantara penerimaan uang oleh Wamenkumham dalam pengaduan dugaan gratifikasi ke KPK.
Sebab, dalam laporan dugaan gratifikasi di KPK, Sugeng melaporkan ada dugaan keterlibatan nama berinisial EOSH, YAR, dan YAM.
Ia juga dilaporkan atas dugaan permintaan agar dua asisten pribadinya, berinisial YAR dan YAM, ditempatkan sebagai komisaris PT CLM.
Dalam laporan itu, dijelaskan ada aliran dana sekitar Rp 7 miliar yang diterima dua orang dan disinyalir merupakan asisten pribadi Eddy.
Uang itu diterima terkait dengan jabatan Eddy meskipun peristiwanya berkaitan dengan permintaan bantuan seorang warga negara kepada Eddy. Kejadian itu terjadi pada April-Oktober 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/14/10420371/saat-wamenkumham-didesak-mundur-dan-kasus-dugaan-pencemaran-nama-baik-ketua