Cek senilai Rp 2 triliun itu ditemukan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (28/10/2023) lalu.
Saat penggeledahan itu, Syahrul Yasin Limpo yang masih menjabat sebagai Menteri Pertanian sedang melakukan perjalanan dinas ke Roma, Italia dan Spanyol.
Namun demikian, usai menggelar operasi penggeledahan KPK tidak menyebut cek Rp 2 triliun Bank BCA itu dalam salah satu dokumen yang diamankan tim penyidik.
KPK hanya menyebut tim penyidik mengamankan uang puluhan miliar dalam pecahan rupiah dan mata uang asing, sejumlah dokumen, dan 12 pucuk senjata api dari rumah Syahrul.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya baru mengetahui keberadaan cek itu dari salah satu pemberitaan di majalah nasional.
“Setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud,” kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/10/2023).
Ali bahkan membenarkan, pada cek Bank BCA itu tertulis nama Abdul Karim Daeng Tompo dengan tanggal 28 Agustus 2018.
Namun demikian, KPK perlu memastikan apakah cek senilai Rp 2 triliun itu valid. Dalam waktu yang ditentukan, tim penyidik bakal meminta konfirmasi dan klarifikasi dari saksi dan tersangka.
KPK juga akan mendalami lebih lanjut apakah cek dengan nilai fantastis itu masih terkait dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Syahrul.
“Termasuk, apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini,” ujar Ali.
Tempus delicti atau waktu terjadinya peristiwa pidana itu berkisar pada 2020 hingga 2023.
Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru menunjuk Syahrul menjadi Menteri Pertanian pada 23 Oktober 2019.
Sebelum itu, Syahrul menjabat Gubernur Sulawesi Selatan selama sepuluh tahun yakni, periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Sementara itu, kuasa hukum Syahrul, Ervin Lubis mengaku pihaknya belum mengetahui keberadaan cek bank BCA Rp 2 triliun.
Menurut Ervin, tim penyidik belum mengkonfirmasi temuan itu dalam pemeriksaan Syahrul sebagai tersangka. Sehingga, ia meminta persoalan cek tersebut ditanyakan kepada tim penyidik.
“Kami belum tahu karena belum dikonfirmasi oleh penyidik mengenai bukti tersebut dalam pemeriksaan tersangka,” kata Ervin saat dikonfirmasi, Minggu.
Penangkapan Syahrul dan tanda tangan Firli
Selain persoalan cek bernilai fantastis, penangkapan Syahrul oleh tim penyidik KPK yang mengagetkan publik juga belum tuntas.
Syahrul ditangkap penyidik pada Kamis (12/10/2023) petang di sebuah apartemen, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Upaya paksa ini cukup mengejutkan karena politikus Partai Nasdem itu telah dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat (13/10/2023).
KPK melalui Ali Fikri menjelaskan bahwa Syahrul ditangkap karena penyidik khawatir akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Ali juga mengklaim KPK telah sesuai hukum acara pidana untuk menangkap Syahrul Yasin Limpo.
"Misalnya, kekhawatiran melarikan diri, kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti bukti yaitu yang kemudian menjadi dasar, tim penyidik KPK kemudian melakukan penangkapan dan membawanya di gedung Merah Putih KPK," kata Ali saat ditemui awak media di kantornya, Jakarta, Kamis.
Belakangan, beredar Surat Perintah Penangkapan (Sprinkap) Syahrul ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri dengan keterangan “selaku penyidik” dengan tanggal 11 Oktober 2023.
Padahal, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum setelah Revisi Undang-Undang KPK disahkan pada 2019.
Surat penangkapan itu pun menjadi sorotan dan dikritik sejumlah pihak, termasuk mantan penyidik KPK. Firli dinilai sewenang-wenang memerintahkan penangkapan Syahrul.
Firli juga dikhawatirkan memiliki conflict of interest atau benturan kepentingan.
Di sisi lain, beredar surat panggilan pemeriksaan pada Syahrul untuk menghadiri pemeriksaan pada Jumat (13/10/2023). Surat ini ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada 11 Oktober 2023.
Dalam konferensi pers penahanan Syahrul Yasin Limpo, Jumat (13/10/2023) malam, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membela koleganya.
Menurutnya, tidak salah Firli menandatangani surat itu. Sebab, pada ujungnya pertanggungjawaban penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pencegahan dan tugas lain di KPK ada di tangan pimpinan.
Sementara, Asep mengaku khawatir Syahrul akan hilang seperti ketika melakukan perjalanan dinas di Eropa.
“Dan sebetulnya kami juga menjadi khawatir karena hal tersebut (Syahrul hilang), dan juga beberapa termasuk di kementeriannya sendiri sedang mempertanyakan, kami khawatir,” ujar Asep, Jumat.
Di sisi lain, tim penyidik semestinya juga tidak perlu khawatir karena penyadapan sudah berjalan dan ada yang ditugaskan memantau Syahrul.
Saut menilai bahwa penangkapan itu tidak terlepas kepentingan pihak yang merasa terganggu dengan kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul di Polda Metro Jaya.
Pemerasan itu diduga dilakukan pimpinan lembaga antirasuah dan mengarah pada Ketua KPK Firli Bahuri.
Hal ini merujuk pada foto pertemuan Syahrul dengan Firli di tepi lapangan badminton yang menjadi salah satu materi gelar perkara di Polda Metro Jaya.
“Ada kepentingan pribadi yang terganggu, ada politisasi. Anda naif juga kalau bilang kasus ini enggak ada politisasinya,” ujar Saut.
Ajudan dan mantan bawahan Firli diperiksa Polda
Sementara Syahrul ditangkap penyidik, perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK di Polda Metro Jaya terus bergulir.
Keesokan hari setelah Syahrul ditangkap, yakni Jumat (13/10/2023), penyidik Polda Metro Jaya memeriksa ajudan Firli, Kevin Egananta.
Kevin tampak datang ke Polda ditemani pihak KPK, termasuk tim dari Biro Hukum.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengklaim tim yang menemani Kevin telah mengantongi surat tugas.
“Cuma di dalam pemeriksaan kan enggak bisa juga kan (mendampingi saksi),” kata Alex, Jumat malam.
Selain Kevin, tim penyidik Polda Metro Jaya juga memeriksa mantan bawahan Firli ketika menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2017 silam, Kombes Irwan Anwar.
Irwan menikah dengan keponakan Syahrul Yasin Limpo. Ia juga disebut-sebut yang menjembatani Firli dengan Syahrul.
Irwan diperiksa tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada Rabu (11/10/2023).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebut akan memeriksa Firli dalam waktu dekat.
Meski demikian, Ade belum mengungkap jadwal pemeriksaan Firli.
"Nanti akan kami jadwalkan (pemeriksaan Firli Bahuri)," ujarnya kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (13/10/2023).
Namun, Firli Bahuri dalam pernyataannya menyebut bahwa pertemuan dengan Syahrul itu terjadi pada 2 Maret 2022.
Saat itu, menurut Firli, penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) belum dimulai.
"Maka dalam waktu tersebut (2 Maret 2022), status saudara Syahrul Yasin Limpo bukan tersangka, terdakwa, terpidana, ataupun pihak yang berperkara di KPK," ujar Firli dalam keterangan tertulisnya pada 9 Oktober 2023.
Syahrul memang termasuk jajaran elite partai yang didirikan Surya Paloh itu. Ia duduk sebagai Dewan Pakar Nasdem.
Menurut Alex, dalam konferensi pers penahanan Syahrul, pihaknya menemukan aliran dana senilai miliaran rupiah dari Syahrul ke Nasdem.
Alex mengatakan, tim penyidik memiliki bukti dugaan aliran tersebut dan memiliki informasi terkait.
Namun, aliran dana itu masih akan didalami pada proses penyidikan ke depan.
“Sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL (Syahrul Yasin Limpo) yang ditujukan untuk kepentingan partai Nasdem dengan nilai miliaran rupiah dan KPK akan terus mendalami,” kata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada 13 Oktober 2023.
Sementara itu, pihak Partai Nasdem berang. Mereka tidak terima dituding menerima uang miliaran rupiah dari Syahrul Yasin Limpo.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, pihaknya meragukan keterangan KPK.
“Memangnya masih bisa kita percayai keterangan KPK? Dengan proses hukum yang dilakukan KPK dalam kasus ini, apakah KPK saat ini masih dipercaya memiliki integritas dan independen?” kata Taufik saat dihubungi pada 14 Oktober 2023.
Sementara itu, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni menyebut bahwa Syahrul hanya pernah memberikan uang Rp 20 juta ke Fraksi Nasdem untuk bantuan bencana alam.
Sahroni yang juga berang mengaku berencana melayangkan somasi kepada Alexander Marwata.
“Kenapa benci benar, kok seolah-olah kami ini busuk banget,” kata Sahroni dalam konferensi pers di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/16/10300811/teka-teki-cek-rp-2-triliun-di-rumah-syahrul-yasin-limpo-hingga-nama-firli