Salin Artikel

Rempang, Negara Kekuasaan, dan Ujian Capres 2024

Upaya warga Rempang mempertahankan tempat tinggal sepaket dengan memori, rasa, sejarah hingga Budaya Rempang sebagai “orang darat” atau “orang utan” seperti diwartakan P. Wink pejabat Kolonial dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I tahun 1930.

Artinya lebih dari sekadar tempat tinggal, Rempang adalah ruang hidup yang telah mereka warisi dari leluhur mereka, bahkan sejak Indonesia masih sebentuk gagasan.

Negara merampas, ide bangsa tinggal prasasti

Setelah mengikrarkan kemerdekaan, warga Rempang tentu mengimajinasikan Indonesia sebagai Bangsa, yaitu kesatuan sosiologis, semangat, dan cita-cita bersama.

Sayangnya karena Rupiah, mereka seakan terusir atas nama investasi dan pembangunan.

Pendekatan represif memicu rusuh dan amuk massa warga Pulau Rempang, tanda bahwa produk kebijakan tidak dirumuskan berdasarkan kepentingan publik yang diserap dari bawah, melainkan kepentingan kekuasaan yang didikte dari atas.

Negara atau kesatuan administrasi bergerak secara monolitik, mengikuti irama penguasa, yang mengagregasi luasnya spektrum kepentingan. Di sana tidak saja ada rakyat sebagai pemberi mandat untuk mereka berkuasa, ada juga kelompok kecil warga karena kontribusinya saat dan pascapemilu seakan menjadikan mereka special citizenship.

Warga negara kelas satu, yang berkelindan atau bagian dengan kekuasaan yang kerap disebut Oligarki.

Keluhuran Negara (dengan huruf N besar) bergantung apakah perannya untuk mengadministrasikan keadilan, sedangkan negara (dengan huruf n kecil) sekadar mengadministrasi cash flow bagi-bagi keuntungan untuk warga negara kelas satu saja.

Untuk ilustrasi, seperti kebijakan Obamacare di Amerika yang merupakan program prioritas pemerintah Barack Obama, yang kemudian terendus bahwa kebijakan kesehatan terbesar itu bentuk balas budi Obama untuk perusahaan farmasi yang mendanainya saat pemilu.

Pangkal perampasan ruang hidup warga Rempang, oleh negara berpegang pada dalil Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 dengan penegasan pada “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara” dan menafikan kalimat “dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Nuansa pasal ini secara filosofis selaras dengan gagasan negara integralistik yang dikonsepsikan oleh Soepomo, yang ditentang oleh Moh. Hatta.

Pemahaman integralistik bahwa kesatuan warga dan negara tercermin ketika semua kepentingan warga diakomodasi menjadi kepentingan negara dan memercayai kepentingan negara selalu mencerminkan kepentingan publik adalah optimistis penuh kepolosan.

Secara akar gagasan negara integralistik, diorbitkan oleh pemikir Adam Heinrich Muller, yang menolak gagasan pencerahan di barat, yang disebut pemikir romantisme, konsepsi muller tentang penyatuan individu dalam masyarakat, menyirakat perilaku taat atas kehendak negara, alih-alih menghidupkan partisipasi secara demokratis konsep integralistik sangat otoritarian.

Maka humanisme Soepomo yang bersembunyi pada frasa “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” adalah ilusi, selama frasa utamanya adalah legitimasi atas dominasi negara dalam perampasan hak rakyat.

Lagi pula pemahaman penguasaan negara atas tanah, lebih mencerminkan perilaku kolonial ketimbang semangat kemerdekaan.

Tahun 1870 pemerintah kolonial menerbitkan kebijakan di bidang agraria yang disebut agrarisch besluit sebagai dasar klaim tanah negara atau domein verklaring, yang secara praktik tidak berbeda dengan hari ini.

Domein verklaring, yaitu tanah yang tidak ada alat bukti kepemilikan menjadi tanah negara.

Problemnya tidak mudah bagi warga Rempang dengan keterbatasan uang dan kekuasaan dalam mengupayakan pengurusan sertifikat tanah.

Ditambah lumrah dalam hukum adat, pengakuan atas tanah, apakah ulayat, adat dari petuanan hingga kesultanan, tidak selalu memiliki konsep sertifikat secara absah. Kadang hanya soal pengakuan atas eksistensi keberadaan mereka selama ini, yang harusnya dihormati negara.

Memotret konteks konflik agraria selama ini, kita tidak boleh naif bahwa banyak sekali gesekan kepentingan.

Seperti data Kompas, sepanjang 2022 saja terjadi penguasaan lahan mencapai 1,03 juta hektare yang berdampak terhadap lebih dari 346.000 keluarga.

Benturan kepentingan tidak anyar disebabkan praktik korupsi, penyuapan, dan nepotisme.

Dalam konteks Rempang, kawasan ini telah diincar sejak 2003 silam. Maka warga rempang menuntut keadilan, apakah sertifikat yang dimiliki beberapa orang, yang bahkan tidak pernah datang ke tanah tersebut, dianggap lebih berhak ketimbang mereka yang telah turun menurun berada di sana?

Negara memang perlu menegakan hukum. Namun bagi negarawan, prinsip kesetaraan dalam hukum tidak hanya bermakna menegakkan keadilan sembari memihak kepada mereka yang kuat dengan legalitas atas tanah.

Lebih dari itu, “equality before the law” adalah tuntutan untuk negara dalam memberikan kesetaraan itu. Mereka yang memiliki hak adat dan ruang hidup selama ini, semestinya difasilitasi sejak awal kepastian hukumnya.

Ujian menjadi capres otentik

Secara kalkulasi, mereka yang terdampak konflik agraria jumlahnya besar hingga lebih dari satu juta keluarga.

Dari sudut pandang seorang negarawan angka ini krusial untuk secepatnya dicari solusi. Namun dari sudut pragmatis elektoral seorang capres dalam menghadapi pemilu 2024, angka ini bisa saja dilihat tidak signifikan dan problematik.

Di satu sisi membela hak warga negara, di sisi lain mungkin saja berseberangan dengan oligarki yang biasa mendepositokan hartanya untuk Pemilu.

Keberpihakan pada Rempang, adalah ujian untuk para capres. Tidak hanya menarik simpati pemilih rempang yang secara jumlah tidak mewakili win number (angka kemenangan), namun momentum rempang bisa jadi jalan publik Indonesia menilai otentisitas calon yang mereka dukung, apakah calon yang mereka dukung otentik atau sekadar kosmetik.

Berkaca pada Lula da Silva memenangi pertarungan sebagai Presiden Brasil, tak dilepaskan dari citra positifnya, pada debut sebagai tokoh yang mengadvokasi pemogokan buruh metalurgi di stadion Villa Euclides yang melejitkan namanya sebagai simbol perubahan.

Zuzan Caputova juga memiliki jejak sama. Sebelum menjadi Presiden Slovakia, Zuzan adalah seorang aktivis lingkungan.

Jejak kuat pemimpin-pemimpin dunia itu, tidak dibangun semata citra yang mengandalkan populisme program ataupun identitas. Mereka menemukan momentum dari keberpihakan konkret.

Dimensi keberpihakan, selaras dengan kehendak politik yang kuat. Lori Ann Post dkk dalam Defining Political Will (2010), political will menuntut empat hal.

Pertama, mendorong cukup banyak pengambilan keputusan. Kedua, mempunyai pemahaman tentang masalah dan menyusun agenda formal. Ketiga, memiliki komitmen mendukung. Keempat, memiliki solusi umun yang efektif untuk bersama.

Akhirnya, penulis berpesan jangan biarkan Rempang berlalu, dilindas roda zaman atas nama negara kekuasaan, dan capres yang bukan negarawan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/29/06300081/rempang-negara-kekuasaan-dan-ujian-capres-2024

Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke