Di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye, pengaturan soal LPSDK dicantumkan dengan kepanjangan sebagai Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye.
"Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye yang selanjutnya disingkat LPSDK adalah laporan yang memuat sumbangan yang diberikan oleh penyumbang pihak lain," tulis Pasal 1 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 itu, sebagaimana diteken Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 1 September 2023.
KPU RI mengatur, sebagaimana pemilu sebelumnya, tahapan dana kampanye tetap meliputi pembukuan dana kampanye, pelaporan dana kampanye, dan audit laporan dana kampanye.
Dalam hal pelaporan, peserta pemilu wajib melaporkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), LPSDK, dan Laporan Penerimaan-Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
Komisioner KPU RI, Idham Holik, menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 22 PKPU Nomor 18 Tahun 2023, kebijakan ini diberlakukan untuk semua peserta Pemilu 2024.
Ia kemudian mengakui bahwa LPSDK tidak jadi dihapus karena kuatnya desakan publik.
"Ini membuktikan bahwa KPU dalam proses legal drafting menggunakan pendekatan deleberatif," ujar Idham ketika dikonfirmasi pada Senin (11/9/2023).
Sebelumnya diberitakan, rencana KPU menghapus LPSDK diungkapkan Idham Holik selaku Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI pada akhir Mei 2023.
Saat itu, ia beralasan bahwa LPSDK dihapus lantaran tak tercantum secara eksplisit di dalam UU Pemilu. KPU juga berdalih bahwa dihapusnya LPSDK berkaitan dengan singkatnya masa kampanye Pemilu 2024 yang hanya 75 hari.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sempat mempertanyakan dihapusnya kebijakan yang sudah diwariskan sejak Pemilu 2014 tersebut.
Pasalnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menganggap LPSDK membantu pengawasan terhadap aliran dana kampanye di masa kampanye.
Bagja juga mengatakan, kewajiban pelaporan tersebut sudah berjalan sejak Pemilu 2014, termasuk pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) setelahnya. Hasilnya, tidak menimbulkan keluhan dari peserta pemilu, khususnya dari partai politik (parpol).
"Saya kira parpol punya kemampuan untuk hal itu. Seharusnya bisa, tidak membebani partai, kok," ujar Bagja pada 23 Juni 2023.
Menurut Bagja, Bawaslu hanya bisa membandingkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan-Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK), sebagai dua laporan tersisa yang diwajibkan KPU, untuk melacak aliran dana kampanye.
Namun, penggunaan dua jenis laporan ini pun dianggap tak membantu kerja Bawaslu. Sebab, rencananya, LPPDK disampaikan setelah masa kampanye berakhir pada Februari 2024.
"Artinya (di masa kampanye) kami enggak punya LPPDK-nya. (Jika diserahkan pada Februari), tentu itu tidak relevan lagi (sebagai instrumen pengawasan)," kata Bagja.
Mereka meminta Bawaslu harus segera menerbitkan rekomendasi kepada KPU RI untuk tidak menghapus LPSDK.
Di sisi lain, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) khawatir dihapusnya LPSDK membuat peserta pemilu semakin leluasa melanggar ketentuan dana kampanye.
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengatakan, dihapusnya LPSDK yang dulunya dilaporkan di tengah masa kampanye bakal membuat masa kampanye Pemilu 2024 tak ubahnya ruang gelap.
"Pasti (penghapusan ini membuka celah masuknya dana gelap kepada peserta pemilu), karena tidak ada lagi ruang untuk mengawasi penerima atau pemberi sumbangan dana pemilu," kata Fadli pada 13 Juni 2023.
Bukan hanya dianggap membuka ruang masuknya dana-dana ilegal, dihapusnya LPSDK juga dianggap membuat Bawaslu tak mempunyai pijakan untuk menindak pelanggaran ketentuan dana kampanye seperti batas maksimal dana sumbangan dan larangan menerima sumbangan dari pihak asing.
Dosen hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menganggap kebijakan ini bermasalah karena tidak semua kandidat yang bertarung dalam kontestasi memiliki uang yang banyak untuk mendanai kampanyenya. Padahal, ongkos politik di Indonesia cukup tinggi.
"Sangat mungkin ada peserta yang banyak aktivitas kampanyenya tapi tidak jelas pemasukannya dari mana mengingat harta kekayaannya tidak terlalu besar," kata Titi kepada Kompas.com pada 31 Mei 2023).
"LPSDK ini praktik baik yang mestinya menjadi komitmen semua pihak untuk mewujudkan pemilu bersih dan antikorupsi," ujarnya lagi.
Aspek transparansi ini krusial karena calon anggota legislatif (caleg) juga tidak diwajibkan melaporkan harta kekayaan sebelum mencalonkan diri.
"Durasi kampanye memang pendek hanya 75 hari, tapi justru karena makin pendek, sangat mungkin peserta pemilu akan jor-joran mengeluarkan belanja kampanye untuk penetrasi pemilih agar di waktu yang sempit bisa optimal mempengaruhi pemilih. Di situ lah krusial dan strategisnya LPSDK," kata Titi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/11/13130241/kpu-batal-hapus-wajib-lapor-sumbangan-dana-kampanye-peserta-pemilu-2024