Namun, ia menegaskan, tak ada bakal calon presiden (bacapres) atau bacawapres yang mewakili NU.
“Pertama, ya kami hanya bisa mengucapkan selamat sudah dapat jodoh gitu ya. Enggak jomblo lagi,” ujar Yahya di kantor PBNU, Senen, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
“Kemudian, soal sikap sudah saya sebutkan berulang kali, saya tegaskan, sekali lagi di sini, tidak ada calon atas nama NU,” sambung dia.
Ia mengatakan, sampai saat ini PBNU tetap dengan sikapnya menjauhi politik praktis pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dengan demikian, tak benar jika ada pihak-pihak tertentu yang mengeklaim telah mendapatkan restu atau dukungan dari para ulama dan kiai PBNU.
“Selama ini tidak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden, karena itu di luar domain kami sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan yaitu domain parpol, silakan dan silakan berjuang untuk mendapatkan kepercayaan rakyat,” papar dia.
Ia pun menampik anggapan bahwa warga NU bisa dikendalikan oleh pemimpinnya di masing-masing wilayah.
Menurut dia, para Nahdliyin sudah cukup cerdas untuk menentukan pilihannya sendiri pada Pilpres 2024.
“Mereka (Nahdliyyin) tahu apa yang mereka butuhkan, apa yang layak dan tidak layak, mereka bisa memilih orang,” imbuh dia.
Proses ini menyebabkan Partai Demokrat memilih untuk keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang dibangun bersama Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganggap langkah yang dilakukan Anies merupakan pengkhianatan politik.
Sementara itu, rombongan DPP PKS mendadak membatalkan kehadirannya dalam deklarasi Anies-Muhaimin.
Sampai saat ini, PKS masih menyatakan tetap mendukung Anies meskipun ia telah memilih Muhaimin sebagai pendampingnya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/09/02/15384511/ucapkan-selamat-kepada-muhaimin-jadi-bakal-cawapres-anies-gus-yahya-enggak