JAKARTA, KOMPAS.com - Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai perlu diperluas supaya bisa menangani dugaan rasuah dilakukan personel militer yang ditugaskan di institusi sipil.
"Sebaiknya ada perubahan Undang-Undang KPK yang memberikan kewenangan untuk menangani penegakan hukum korupsi di lintas instansi, termasuk pejabat dari unsur militer di instansi sipil," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi pada Selasa (1/8/2023).
Abdul menyampaikan pendapat itu menanggapi polemik yang sempat timbul dalam penanganan kasus dugaan korupsi eks Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Menurut Fickar, korupsi adalah kejahatan lintas profesi yang bersifat ekonomi. Maka dari itu dia menilai sebaiknya pemerintah mempertimbangkan memperluas kewenangan KPK supaya problem serupa tidak terjadi di masa mendatang.
"Karena itu sewajarnya KPK bisa menangani aparatus siapapun yang tidak dibatasi jenis peradilan, termasuk peradilan militer," ujar Fickar.
Problem terjadi ketika Puspom TNI merasa dilangkahi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengumumkan penetapan tersangka.
Menurut KPK selepas operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas memang sempat menyebut sudah ditemukan bukti yang cukup atas dugaan keterlibatan Henri dan Afri dalam perkara itu.
Akan tetapi, Puspom TNI mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan menyatakan penyidik polisi militer yang berhak menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka.
Akibat persoalan itu, KPK meminta maaf dan menyatakan khilaf telah menyatakan Henri dan Afri diduga terlibat. Lembaga antirasuah itu pun menyerahkan penanganan Henri dan Afri kepada Puspom TNI.
Sejumlah kalangan mengkritik sikap Puspom TNI dalam penanganan kasus itu. Alhasil, Puspom TNI menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka pada Senin (31/7/2023) kemarin.
Puspom juga menahan Henri dan Afri di Instalasi Tahanan Militer TNI Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Perkara keduanya pun rencananya bakal disidangkan di pengadilan militer.
Selain itu, menurut Fickar sebaiknya personel TNI yang akan ditugaskan di instansi sipil dinonaktifkan terlebih dulu dari dinas militer
Sehingga ketika terjadi masalah hukum tidak ada kaitannya lagi dengan peradilan militer, dan sepenuhnya menjadi kewenangan. peradilan umum.
"Demikian juga tindak pidana yang dilakukan tdk berkaitan dengan urusan militer," ucap Fickar.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/01/19165531/kasus-eks-kabasarnas-kewenangan-kpk-dinilai-perlu-diperluas