Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah mengatakan, fatwa terkait dugaan penistaan agama Panji Gumilang itu bersifat permintaan dari kepolisian, dalam hal ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Oleh karena itu, publikasi fatwa yang sudah diserahkan pada 17 Juli 2023 oleh MUI ke penyidik Bareskrim Polri itu sepenuhnya milik kepolisian.
"Saya enggak bisa (mempublikasi) mohon maaf, langsung ke mustafti (pemohon) saja, mustafti kan Mabes Polri. Jadi Kompas.com bisa minta ke dittipidum atau penyidiknya," kata Ikhsan saat dihubungi melalui telepon, Jumat (21/7/2023).
Ia mengatakan, etika terkait publikasi fatwa yang diminta pihak tertentu sudah sewajarnya tidak dipublikasikan MUI.
"Fatwa itu terbungkus, diberikan kepada yang meminta, pas mau (diketahui isinya) ya bertanya kepada mustafti, tidak bisa kami membuka ke umum," ujarnya.
Ikhsan mengungkapkan, ada dua fatwa yang dikeluarkan terkait dengan Panji Gumilang.
Pertama adalah fatwa yang dipublikasi di laman MUI terkait pernyataan Panji Gumilang yang menyebut wanita boleh menjadi penceramah untuk jamaah laki-laki dalam ibadah Shalat Jumat.
Fatwa nomor 38 tahun 2023 ini menegaskan bahwa shalat Jum’at yang khutbahnya dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki, hukum khutbah dan shalat jum’atnya tidak sah.
Diketahui, Panji Gumilang dilaporkan ke Bareskrim atas dugaan penistaan agama. Dalam proses penyidikan, Bareskrim juga menemukan indikasi tindak pidana ujaran kebencian.
Terhadap Panji Gumilang terancam dijerat dengan Pasal 156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penistaan agama. Subsider, Pasal 45a ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/21/15361211/alasan-mui-tak-publikasikan-fatwa-soal-dugaan-penistaan-agama-panji-gumilang