JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) setahun yang lalu sangat menyedot perhatian masyarakat.
Perhatian masyarakat terust tertuju kepada perkara itu saat masih berada dalam tahap penyidikan sampai majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap 5 terdakwa dalam kasus pembunuhan yaitu Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf.
Sedangkan para perwira Polri yang terseret dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Yosua adalah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Irfan Widyanto.
Sejak awal kasus itu bergulir sudah muncul berbagai keraguan, mulai dari kronologi soal terjadi tembak-menembak antara Yosua dan Eliezer sampai cerita tentang dugaan pelecehan seksual yang disebut dilakukan Yosua kepada Putri.
Tuduhan pelecehan terhadap Putri pun tidak bisa dibuktikan dalam persidangan.
Buat menutupi peristiwa pembunuhan dan meyakinkan masyarakat serta penyidik kalau kejadian itu dipicu pelecehan oleh Yosua maka Sambo pun menyiapkan sejumlah skenario.
Hal itu diungkap di dalam persidangan oleh Eliezer. Dia membeberkan bagaimana Sambo memintanya menembak Yosua dengan skenario pelecehan yang sudah disiapkan.
Pihak keluarga mendiang Yosua pun tidak tinggal diam karena meyakini penyebab kematian anak mereka janggal. Mereka mempertanyakan rekaman kamera pengawas (CCTV) sebagai bukti jika tuduhan Yosua melakukan pelecehan benar-benar terjadi.
Peristiwa kematian Yosua memicu sentimen negatif dari masyarakat. Posisi Polri pun semakin tersudut gara-gara perkara itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun sampai turun tangan menangani. Penyebabnya adalah penyidik dari Polres Jakarta Selatan dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhambat dalam mengungkap lantaran tempat kejadian perkara berada di rumah Sambo.
Saat itu Sambo masih berpangkat inspektur jenderal dan menjabat sebagai Kepala Divis Profesi dan Pengamanan. Maka dari itu kekuasaan dan kewenangan Sambo cukup besar sehingga penyidik kesulitan mencari bukti-bukti sampai melakukan olah TKP.
Sebagian penyidik disebut-sebut agak sungkan ketika hendak memeriksa Sambo dan sejumlah anak buahnya dari Propam yang berada di lokasi kejadian.
Bahkan sejumlah anak buah Sambo turut berperan dalam menyembunyikan rekaman CCTV di dekat lokasi kejadian, sebelum akhirnya diserahkan oleh Arif yang saat itu menjabat sebagai sekretaris pribadi Sambo.
Sigit yang mendapat laporan lantas membentuk tim khusus yang terdiri dari sejumlah perwira tinggi. Bahkan dia sempat memanggil Sambo dan beberapa kali meminta konfirmasi perannya dalam kematian Yosua.
"Kami juga didatangi oleh Ferdy Sambo. Saat itu saya tanyakan, 'Kamu bukan pelakunya? Karena saya akan ungkap kasus ini sesuai fakta'. Saya sampaikan begitu," ujar Sigit di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Saat itu Sambo menjawab dia tidak menembak dan Yosua meninggal karena tembak menembak dengan Eliezer.
Akan tetapi, perlahan-lahan peristiwa yang sebenarnya terungkap dan Sambo ternyata ikut menghabisi Yosua.
Sedangkan Hendra yang ketika itu berpangkat brigadir jenderal dan menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri juga mengaku dikelabui oleh Sambo.
Hal itu diungkap Hendra dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia juga mengaku tidak tahu menahu soal skenario yang disusun Sambo buat menutupi kasus pembunuhan Yosua.
Hendra mengatakan, awalnya ia percaya terhadap skenario yang disusun Sambo.
"Pada saat itu ya, kami semua percaya. Bagaimana tidak percaya karena kan sudah dilaporkan juga ke pimpinan Polri yang percaya sama cerita Ferdy Sambo," kata Hendra.
(Penulis : Nirmala Maulana Achmad, Adhyasta Dirgantara | Editor : Icha Rastika)
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/13/18291121/mereka-yang-sempat-tertipu-skenario-ferdy-sambo-di-kasus-brigadir-j