Baru-baru ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkap dugaan pungli di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK dengan nilai mencapai Rp 4 miliar dalam empat bulan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dugaan pungutan di Rutan KPK itu sebetulnya sudah terjadi dalam waktu yang lama tetapi baru terbongkar sekarang.
“Karena dalam pemeriksaan sebelumnya pihak korban-korban sebelumnya dan keluarganya masih tertutup/ tidak mengungkapkan,” ujar Ghufron kepada Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Ghufron enggan menyebut siapa saja petugas rutan yang terlibat dalam skandal dugaan korupsi terhadap para tahanan korupsi itu.
Saat ini, kasus tersebut berikut klaster penanganannya masih diselidiki Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.
Menurut dia, dalam peristiwa pungli itu terdapat dugaan suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap tahanan KPK.
“Untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi,” ujar Ghufron.
Pada kesempatan sebelumnya, Ghufron juga mengungkapkan, pungli di Rutan KPK itu terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi.
Ia menyebut, untuk dapat menyelundupkan uang, seorang tahanan harus membayar petugas rutan dengan uang.
Begitupun saat menyelundupkan alat komunikasi, para tahanan harus membayar uang kepada petugas.
Padahal, tahanan dilarang membawa uang dan alat komunikasi di dalam rutan.
“Ada duit masuk yang mestinya tidak boleh bawa duit. Tapi untuk memasukkan duit itu butuh duit,” kata Ghufron.
“Kemudian, butuh komunikasi alat komunikasi masuk itu butuh duit. Nah, di sekitar itu pungutan liar terjadi,” ujar Ghufron lagi.
Gunakan lebih dari satu rekening
Sementara itu, Dewas KPK menyebut, dugaan pungli di Rutan KPK menggunakan rekening pihak ketiga.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, para terduga pelaku menggunakan lebih dari satu rekening.
"Saya lupa tapi lebih dari satu rekening,” kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Syamsuddin juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait ini.
KPK memang menjalin kerja sama dengan PPATK untuk mengusut berbagai dugaan tindak pidana korupsi maupun pencucian uang.
Namun demikian, ia belum mengetahui siapa pemilik rekening yang digunakan untuk menampung uang panas dari tersangka korupsi tersebut.
“Dewas sendiri tidak tahu, makanya kita tunggu saja hasil penyelidikan KPK,” ujar Syamsuddin Haris.
Di sisi lain, Ghufron juga menyebut uang dugaan suap, gratifikasi, dan pemerasan terhadap pegawai rutan KPK itu tidak langsung mengalir ke rekening oknum petugas.
“Sekilas saja bahwa dugaannya itu memang tidak langsung kepada rekening pegawai-pegawai yang diduga tersebut, memang diduga menggunakan layer-layer,” tutur Ghufron.
Berawal dari pelecehan seksual ke istri tahanan
Sementara itu, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan menyebut, kasus dugaan pungli di Rutan KPK itu terbongkar saat Dewas memeriksa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap istri tahanan.
Menurut Novel, meski aduan dugaan pelecehan itu diproses, ia menilai Dewas cenderung menutupi fakta adanya laporan mengenai perbuatan asusila tersebut.
“Soal istri tahanan yang melapor karena asusila itu benar,” kata Novel saat dihubungi, Jumat (23/6/2023)
Novel mengatakan, kasus asusila pegawai rutan KPK itu tidak diungkap Dewas dengan jelas.
Padahal, ia menduga kasus pelecehan itu menjadi pintu masuk untuk mengulik setoran bulanan ke pegawai rutan.
“Dugaan saya, setelah ada laporan tersebut baru Dewas tahu kalau tahanan itu juga setor bulanan ke petugas rutan dan tahanan yang lain juga,” tutur Novel.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris membenarkan kasus pungli itu ditemukan saat pihaknya melakukan pemeriksaan etik dugaan pelecehan terhadap istri tahanan.
Ia juga mengkonfirmasi pihaknya telah menerima laporan pelanggaran etik berupa pelecehan terhadap istri tahanan.
“Ya (kasus pungli terungkap) saat proses etik kasus pelecehan,” kata Syamsuddin saat dihubungi Kompas.com.
Anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho juga mengkonfirmasi pihaknya telah menerima laporan pelecehan seksual tersebut.
Kasus itu telah dibawa ke sidang terbuka untuk umum pada 12 April lalu.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga menyebut kasus tersebut sudah disidangkan pada bulan April. Pelaku dijerat dengan sanksi etik dan disiplin.
Tumpak membantah pihaknya mendiamkan kasus pelecehan seksual petugas rutan KPK.
“Loh setahu saya sudah selesai disidangkan etiknya oleh Dewas kok ada pernyataan didiamkan?” kata dia.
Sementara itu, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, petugas rutan yang melecehkan istri tahanan KPK sudah dihukum dengan sanksi sedang.
Menurut Ali, dalam sidang etik 12 April, Dewas menyatakan yang bersangkutan melakukan pelanggaran etik sedang.
"Putusan pelanggaran etik sedang," kata Ali.
Selain itu, menurut Ali, pelaku juga dijatuhi sanksi sedang.
Dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, terdapat sejumlah bentuk hukuman sedang.
Sanksi itu adalah pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama 6 bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama 6 bulan.
"Pihak dimaksud selanjutnya telah melaksanakan putusan sidang etik tersebut," ujar Ali.
Selain dijatuhi sanksi etik, petugas rutan tersebut juga menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran disiplin oleh Inspektorat.
Menurut Ali, petugas rutan itu akan mendapatkan sanksi lainnya. Saat ini, proses penegakan pelanggaran disiplin itu masih berjalan.
“Iya nanti disiplinnya lain lagi, masih proses juga,” ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/25/09015671/persoalan-di-balik-rutan-kpk-dari-penyelundupan-pungli-hingga-pelecehan