Kick off direncanakan akan dilaksanakan di Rumah Geudong Aceh, pada Selasa (27/6/2023).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial ini didukung oleh 19 kementerian/lembaga.
“Saya sebut contohnya saja, misal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memberikan KIS (kartu Indonesia sehat) prioritas bisa berobat gratis di rumah sakit dan lain-lain,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Mahfud menegaskan, penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial ini tidak akan meniadakan kasus pelanggaran HAM berat yudisial.
Ia mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur yudisial terus diusahakan dan bisa diselesaikan sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000.
“Yaitu dibahas oleh Komnas HAM dan Kejagung, serta sesuai dengan ketentuan Pasal 43, dimintakan nanti keputusannya kepada DPR sehingga nanti bisa diperdebatkan di DPR tentang kelayakannya,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial merupakan penyelesaian dari sisi korban.
“Kami tidak bicara pelaku, karena pelaku itu adalah urusan yudisial,” kata Mahfud.
“Sekali lagi saya tegaskan tidak meniadakan penyelesaian lewat yudisal, semua pelanggaran HAM berat tetap bisa diproses lewat jalur hukum atau Pengadilan HAM ad hoc,” ujar Mahfud lagi.
Sebelumnya, Sekretaris Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Sesmenko Polhukam) Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso yang ditunjuk sebagai ketua pelaksana pemantau penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat, mengatakan bahwa timnya sedang memverifikasi data-data korban yang lain.
“Data-data ini kami perlukan karena bersamaan nanti kick off di Aceh, di tempat lain juga akan dilaksanakan kick off secara virtual,” ujar Teguh dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/6/2023).
Teguh mengatakan, penyelesaian atau penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu itu berupa pemulihan hak-hak korban, seperti pemberian beasiswa, jaminan kesehatan, rehabilitasi rumah, pelatihan-pelatihan keterampilan dan sebagainya.
“Disesuaikan dengan permintaan para korban,” kata Teguh.
Diketahui, tim PPHAM dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan memiliki tiga tugas yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan PPHAM.
"Melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sarnpai dengan tahun 2020," demikian bunyi Pasal 3 Keppres 17/2022 yang mengatur tugas tim PPHAM.
Dalam Pasal 4 Keppres 17/2022 disebutkan bahwa rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarganya dapat berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa, dan/atau rekomendasi lain untuk kepentingan korban atau keluarganya.
Tercatat sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang ditangani Komnas HAM. Satu kasus di antaranya telah divonis, yakni Kasus Paniai 2014.
Sementara itu, kasus-kasus lainnya adalah peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi I dan II, peristiwa kerusuhan Mei 1998, dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998.
Kemudian, peristiwa Wasior Wamena, peristiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi 1998, peristiwa Simpang KAA 1999, peristiwa Jambu Keupok 2003, dan peristiwa Rumah Geudong 1989-1998.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/23/17302861/kick-off-penyelesaian-kasus-ham-berat-non-yudisial-mahfud-sebut-penyelesaian