Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebutkan, hal itu merupakan tantangan berat karena pihaknya membutuhkan banyak tenaga untuk mengawasi masa kampanye yang dimulai pada 29 November 2023.
"Bagaimana mungkin kami melibatkan para staf (untuk mengawasi politik uang saat masa kampanye), jika jumlah staf terbatas," kata Bagja kepada wartawan, Jumat (16/6/2023).
Menurut Bagja, di setiap Bawaslu kabupaten/kota kemungkinan hanya tersisa 8-10 staf setelah 7.000 pegawai honorer tak lagi bertugas.
Padahal, masa kampanye Pemilu 2024 diprediksi marak politik uang. Pasalnya, masa kampanye hanya 75 hari.
Dengan waktu yang singkat, dikhawatirkan para peserta pemilu tak punya cukup waktu untuk memperkenalkan diri dan program kepada masyarakat, sehingga memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara.
"Masa 75 hari itu kan sudah di ujung (dekat ke hari pencoblosan). Peserta akan berlomba meyakinkan pemilih. Meyakinkan pemilih kan bisa dengan uang. Ini agak berbahaya," kata Bagja.
Ketika itu, politik uang rawan terjadi di masa renang. Sebab, masa kampanye pada 2019 berlangsung 6 bulan 3 pekan.
Namun, mengingat kerawanan yang dijelaskan Bagja, Bawaslu sedang mempertimbangkan untuk menarik fokus pengawasan politik uang tak hanya di masa tenang, tetapi juga pada masa kampanye Pemilu 2024.
Karena itu, kata Bagja, Bawaslu akan intens mengawasi praktik politik uang sejak masa kampanye dimulai.
Namun, Bawaslu terkendala jumlah tenaga untuk melakukan itu. Bagja mengaku tak mungkin memperpanjang masa kerja mereka, sebab penentuan akhir masa tugas para petugas honorer itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.
"Kami ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," ujar Bagja.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/18/07193891/pegawai-honorer-dihapus-bawaslu-akan-kehilangan-7000-tenaga-pengawas