Adapun Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah meneken kontrak untuk mendatangkan 12 Mirage bekas Qatar Air Force (QAF) sebesar 733.000.000 euro atau Rp 11,8 triliun lebih.
Kepala Biro Humas Setjen Kemenhan Brigjen Edwin Adrian Sumantha menyebut saat ini status kontrak pengadaan Mirage dalam proses efektif kontrak.
"Direncanakan pesawat akan dikirimkan 24 bulan setelah kontrak efektif dan akan ditempatkan di Skadron Udara 1, Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat," kata Edwin, Rabu (14/6/2023).
Adapun pengadaan 12 Mirage terdiri atas sembilan jet bertempat duduk tunggal dan tiga pesawat bertempat duduk ganda.
Pengadaan tersebut juga sudah termasuk paket pendukungnya. Antara lain, 14 engine and T-cell, technical publications, dan GSE.
Kemudian spare, test benches, A/C delivery, FF & insurance, dukungan servis selama tiga tahun, pelatihan pilot, teknisi, dan infrastrukur, serta persenjataan.
Edwin menjelaskan bahwa alasan Kemenhan membeli jet Mirage bekasi dari Qatar karena Indonesia membutuhkan alutsista pesawat tempur yang bisa melaksanakan delivery secara cepat.
Langkah ini diambil guna menutupi penurunan kesiapan tempur di tubuh TNI Angkatan Udara karena banyaknya pesawat tempur yang habis masa pakainya.
Seperti jet kombatan F-5 E/F Tiger II, misalnya. Pesawat ini sudah purna tugas sejak 2017 setelah kali pertama mendarat di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, pada 21 April 1980.
Usai pensiun, pemerintah langsung berencana mendatangkan SU-35 Sukhoi dari Rusia sebagai pengganti F-5.
Rencana tersebut pun dieksekusi lewat teken kontrak antara Indonesia dan Rusia untuk pengadaan 11 SU-35 Sukhoi pada 2018.
Namun, rencana tersebut hingga kini urung terealisasi karena terkendala faktor instrumen hukum Amerika Serikat, yakni Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dan OPAC List.
Adapun CAATSA merupakan aturan yang disahkan pemerintahan AS ketika masih di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Lewat aturan ini, AS kerap memberikan sanksi kepada negara mitranya yang membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia.
Di samping F-5, juga ada pesawat Hawk 100/200 yang akan memasuki pensiun.
"Oleh karena itu dibutuhkan penambahan alutsista berupa pesawat tempur untuk mengganti pesawat-pesawat yang sudah habis masa pakainya," ujar Edwin.
Selain itu, Kemenhan juga akan melakukan upgrade dan overhaul maupun repair terhadap pesawat SU-27 Sukhoi, SU-30 Sukhoi, Hawk 100, Hawk 200, dan F-16.
Di saat yang sama, Kemenhan juga telah meneken kontrak pembelian sejumlah jet tempur Rafale asal Perancis dan berencana mendatangkan F-15EX asal AS.
Sebanyak tiga unit Rafale direncanakan baru tiba di Tanah Air pada Januari 2026. Sedangkan, upaya akuisisi F-15EX masih dalam tahap negosiasi.
"Dengan kondisi keadaan di atas dinilai pembelian pesawat Mirage 2000-5 eks Qatari Air Force merupakan langkah yang tepat guna memenuhi kesiapan pesawat tempur TNI AU," tutur Edwin.
Sebagai informasi, pengadaan Mirage beserta dukungannya dilaksanakan berdasarkan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 tertanggal 17 Mei 2023.
Surat ini tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan.
Selain itu, juga Surat Menteri Keuangan Nomor: S.786/MK.08/2022 tertanggl 20 September 2022 tentang PSP Tahun 2022 untuk (A) MRCA/Mirage 2000-5 (Beserta Dukungannya) sebesar 734.535.100 dollar AS.
Adapun pengadaan Mirage bekas dituangkan dalam kontrak jual beli bernomor: TRAK/181/PLN/I/2023/AU tertanggal 31 Januari 2023. Nilai kontrak pengadaan ini sebesar 733.000.000 euro atau Rp 11,8 triliun lebih.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/15/12311051/12-jet-tempur-mirage-bekas-qatar-akan-bermarkas-di-skuadron-1-pontianak