"Kami menilai bahwa beberapa keterangan saksi Singgih dan Adi terlalu banyak pendapat dan sifatnya tendensius," ujar Divisi Hukum Kontras Andi Rezaldy dalam keterangan tertulis, Rabu (14/6/2023).
"Sebagai contoh, Saksi Singgih menyebut tidak ada itikad baik dari Haris dan Fatia untuk minta maaf," sambung dia.
Selain itu, kata Andi, saksi menyatakan merasa ucapan Fatia dan Haris telah menyerang martabat Luhut. Padahal ketika ditanyakan apa parameter penyerangan martabat, saksi tersebut tidak bisa menjawab dengan jelas.
Kontras juga mencatat terdapat ketidaksesuaian antara keterangan di proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan keterangan di persidangan.
Salah satunya terkait dengan bagaimana saksi Singgih menyampaikan isi video kepada Luhut Pandjaitan. Selain itu, berkaitan dengan kerugian materiil yang yang dialami oleh Luhut Binsar Panjaitan keterangannya pun berbeda.
"Sebelumnya di BAP, Saksi Singgih menyatakan bahwa Luhut mengalami kerugian materiil, tetapi pada keterangan di persidangan saksi menyatakan sebaliknya atau ketidaktahuannya," ucap Andi.
Penasehat hukum Fatia-Haris, Nurkholis Hidayat menambahkan, proses kesaksian dua anak buah Luhut tersebut memperlihatkan masalah integritas.
Karena keterangan yang berubah-ubah di persidangan dan potensi disinformasi keselahan penilaian sebelum akhirnya disampaikan kepada Luhut.
"Kesimpulan hanya berdasarkan asumsi saksi belaka kemudian tidak dianalisis secara kredibel dan layak. Saksi bahkan tidak mengetahui segala konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya," imbuh Andi.
Sebelumnya, Dua staf Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus pencemaran nama baik Luhut, Senin (12/6/2023).
Mereka adalah Asisten Bidang Media Menkomarves Singgih Widyastono dan Staf Media Internal Menkomarves Adhi Danar Kusumo.
Adapun terdakwa dalam kasus ini yakni aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Kedua aktivis Hak Asasi Manusia tersebut didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terakhir, Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/14/13095141/kontras-sebut-kesaksian-2-anak-buah-luhut-di-sidang-fatia-haris-terlalu