JAKARTA, KOMPAS.com - Skor demokrasi Indonesia yang menurun pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut turut berdampak terhadap melemahnya aspek kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law).
“Kondisi equality before the law dan aspek pengawasan pada eksekutif kita memang kurang bagus atau lemah sejak awal, tapi tidak selemah sekarang,” kata pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Prof Saiful Mujani, dalam paparannya yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC, seperti dikutip pada Jumat (26/5/2023).
Penurunan kondisi kesetaraan di hadapan hukum juga ditengarai menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan skala demokrasi Indonesia.
Dalam aspek kesetaraan di hadapan hukum, kata Saiful, masih terdapat kelompok-kelompok minoritas baik sosial budaya maupun sosial ekonomi yang tidak mendapatkan perlakuan setara di hadapan hukum.
Di sisi lain, Saiful menilai penurunan kualitas kesetaraan di hadapan hukum adalah imbas dari melemahnya oposisi di legislatif.
Saiful menyatakan bahwa memang pemerintah tentu punya keinginan agar pelaksanaan pembangunan berjalan stabil dan tidak ada gangguan. Tapi demokrasi menghendaki adanya opisisi yang bisa mengontrol pemerintah.
“Tidak bisa hanya karena memiliki niat baik, pemerintah menghilangkan hak publik untuk melakukan kontrol dan pengawasan. Kekuasaan harus dikontrol dan diawasi,” ucap Saiful.
Saiful mengatakan, melemahnya oposisi itu turut menjadi faktor penurunan skala praktik demokrasi di Indonesia berdasarkan data V-Dem (Varieties Democracy). V-Dem merupakan lembaga akademik yang di dalamnya terdapat para ahli demokrasi di seluruh dunia.
Menurut data V-Dem, kata Saiful, skala demokrasi Indonesia pada 2022 tercatat berada di angka 0,42. Dalam skala V-Dem, 0 menunjukkan praktik demokrasi sangat buruk, dan 1 menunjukkan praktik demokrasi sangat baik.
Bahkan skala demokrasi Indonesia menurut V-Dem pada periode awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mencapai 0,52.
Hal itu memperlihatkan skor praktik demokrasi Indonesia jika dibandingkan dengan periode pertama dan kedua pemerintahan Presiden Jokowi mengalami penurunan 0,10.
Saiful mengatakan, salah satu persoalan melemahnya tren demokrasi ini karena oposisi ikut melemah.
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, kata Saiful, kelompok oposisi masih cukup kuat karena Prabowo Subianto dan Partai Gerindra yang menjadi lawan Jokowi dalam Pilpres 2014 masih berada di luar pemerintahan.
Saiful melanjutkan, penurunan kualitas demokrasi di Indonesia dalam skala V-Dem sebanding dengan beberapa peristiwa politik, seperti masuknya partai Golkar sebagai partai pendukung pemerintah pada periode pertama Presiden Jokowi, di mana sebelumnya partai ini adalah pendukung Prabowo dalam pemilihan presiden.
Kemerosotan itu menjadi lebih besar di periode kedua Jokowi ketika Prabowo yang merupakan rivalnya dalam pemilihan presiden diangkat menjadi menteri kabinet.
Hal itu, kata Saiful, membuat kekuatan oposisi melemah yang menandai kurangnya checks and balances atau pengawasan pada pemerintahan.
“Oposisi tinggal PKS dan Demokrat. Itu yang menyebabkan indeks pengawasan eksekutif dan kesetaraan warga di hadapan hukum Indonesia (menurut V-Dem) tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan,” ucap Saiful.
Saiful menambahkan bahwa skor-skor demokrasi V-Dem ini dibuat oleh panel ahli yang dianggap mengerti tentang politik di sebuah negara, bukan persepsi opini publik seperti dalam survei-survei opini publik.
Data tentang skor demokrasi di Indonesia dibuat berdasarkan skor yang diberikan tim panel ahli yang dianggap mengerti persoalan demokrasi di Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/26/11382401/pakar-sebut-kesetaraan-hukum-melemah-picu-penurunan-skala-demokrasi