JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi militer TNI di Papua yang panjang menyebabkan trauma bagi warga sipil di daerah tersebut. Hal itu diungkapkan salah satu korban pengungsi konflik Maybrat Papua, Lamberti Faan.
Dia mengatakan, sejarah panjang kekerasan di Papua yang melibatkan prajurit TNI membuat warga sipil trauma.
Lamberti mengatakan, warga ketakutan melihat seragam tentara, apalagi sekarang, saat Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menetapkan siaga tempur dan mengirim lebih banyak prajurit ke Papua, lengkap dengan senjata.
"Kami masyarakat sipil punya sejarah panjang, kalau kita lihat tentara bagi kami kita punya sejarah. Orangtua-orangtua di kampung lihat tentara, polisi atau tentara kalau ke kampung jangankan ini, mereka melihat pakaian ketakutannya sangat tinggi," ujar Lamberti dalam acara webinar, Kamis (20/4/2023).
Ketakutan itu semakin menjadi, setelah prajurit TNI lebih banyak dikirimkan ke daerah konflik Papua dan berpatroli di kampung-kampung.
Dia menambahkan, kegiatan patroli ini sangat mengganggu kehidupan masyarakat papua dan mereka sangat tertekan.
"Masyarakat yang biasa pergi ke hutan, ke kebun, hari ini kehadiran TNI sangat mengganggu kenyamanan masyarakat di sana," ucap dia.
"Tekanan secara psikologi sangat terasa sekali, terutama perempuan ya, hidup dengan ketakutan dengan kehadiran tambahan pasukan untuk hari ini," imbuh dia.
Untuk pulang ke rumah, lanjut Lamberti, harus mendapatkan izin dari TNI. Termasuk aktivitas rumah sehari-hari yang harus dilaporkan kepada aparat.
Lamberti mengatakan, tanah kelahirannya tersebut kini terasa asing. Tak seperti tanah mereka sendiri, melainkan seperti tanah antah berantah.
"Yang kami rasakan itu sangat beda sekali dengan beberapa tahun sebelumnya, kami seperti berada di wilayah perang," ucap dia.
Diketahui, konflik bersenjata Papua memanas setelah empat prajurit TNI gugur dalam operasi penyelamatan Kapten Philip di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan.
Akibat peristiwa itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meningkatkan status operasi TNI di Nduga, Papua menjadi siaga tempur.
"Kita tetap melakukan operasi penegakan hukum dengan soft approach dari awal saya sudah dampaikan itu, tapi tentunya dengan kondisi seperti ini, di daerah tertentu kita ubah menjadi operasi siaga tempur," kata Panglima di Mimika, Papua Tengah melalui rekaman suara yang dibagikan, Selasa (18/4/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/20/18054181/trauma-warga-melihat-prajurit-tni-yang-semakin-banyak-dikirim-ke-papua