Salin Artikel

Memanfaatkan Tradisi Mudik Mendorong Perubahan Sosial

Mudik atau pulang kampung bareng menjelang perayaan hari raya keagamaan, terutama jelang Idul Fitri seperti saat ini, memang sudah menjadi satu tradisi atau budaya tahunan.

Masyarakat perkotaan berbondong-bondong pulang ke daerah atau tempat asal orangtuanya, untuk kembali menjalin, menjaga serta merawat silaturahmi dengan keluarga besar dan saudara sekampung setelah lama tak bersua.

Selain merupakan tradisi atau budaya, mudik boleh dikata adalah traveling massal karena dilakukan secara bersamaan oleh mayoritas masyarakat Tanah Air. Menjadi momentum heeling, keluar dari aktivitas rutin harian.

Semua jenis moda transportasi digunakan, mobil pribadi, kereta, pesawat, kapal laut, bus dan tentu saja sepeda motor. Kerap menimbulkan kemacetan di banyak titik, apalagi bila pelaksanaannya tidak difasilitasi atau dipersiapkan dengan matang.

Sebagai sebuah tradisi baik yang menyertakan banyak orang, mudik ternyata juga meninggalkan sejumlah dampak yang kontraproduktif. Seringkali yang mengemuka justru realitas yang menyesakkan dada.

Seperti kecelakaan lalu lintas yang terus berulang bahkan cenderung naik dari tahun ke tahun. Meskipun musibah yang kerap terjadi dikarenakan faktor cuaca serta kurang bagusnya kondisi jalan dan kendaraan, tapi faktor manusia atau human error proporsinya jauh lebih tinggi.

Bepergian jauh, apalagi satu keluarga besar, tentu saja menghabiskan uang yang tidak sedikit. Selain karena biaya perjalanan yang melonjak berkali lipat, sebagian pemudik menjadi boros, karena mudik juga dijadikan ajang pamer kesuksesan para perantau.

Jelang mudik masyarakat jadi lebih konsumtif, dengan membeli barang-barang mewah yang tidak perlu. Kondisi yang justu meminggirkan esensi mudik, karena yang terjadi adalah persaingan pencapaian atau kepemilikan pribadi.

Pada akhirnya mudik yang semestinya menjadi ajang silaturahmi antarkeluarga, kerabat dan juga dengan masyarakat sekampung, berganti parade unjuk kemewahan. Pamer baju baru, perhiasan baru hingga sepeda motor dan mobil baru.

Ada yang sampai menempuh atau menghalalkan segala cara agar bisa mudik. Menggadaikan atau menjual barang, bahkan terperosok dalam kriminalitas, seperti pencurian, penjambretan hingga pembunuhan demi memuluskan keinginan untuk mudik.

Dalam konteks ini mudik tentu saja sudah kehilangan esensinya, apalagi bila semua kekhilafan itu dilakukan bukan hanya untuk bisa mudik, tapi untuk mengikuti gaya hidup dan penampilan ala orang-orang kaya di kota, untuk pamer di kampungnya.

Hal ini makin memicu atau memperkuat siklus urbanisasi usai mudik atau saat arus balik. Kehadiran pemudik atau orang kota ke desa, dengan berbagai gaya, penampilan dengan segenap cerita sukses yang kadang semu atau fake, merangsang arus migrasi baru dari desa-desa ke kota.

Migrasi atau kaum urban yang baru ini, bila tak dibekali dengan keterampilan yang memadai, tentu saja akan melahirkan persoalan baru di kota-kota tujuan.

Urban unskilled ini kemudian ada yang hingga terjebak dalam kriminalitas, seperti prostitusi, narkotika dan kejahatan lainnya.

Namun mudik tentu saja tidak hanya lekat dengan hal-hal minus seperti dikemukakan di atas. Karena mudik mestinya semakin mempererat kohesi sosial, bahkan lebih jauh, yakni berkontribusi pada perubahan sosial dan kemajuan kampung halaman.

Selain ikut meningkatkan perputaran ekonomi, karena para pemudik yang berbelanja berbagai kebutuhan selama mudik, tapi juga oleh zakat fitrah, zakat harta dan sedekah yang dikeluarkan kepada penduduk di kampuang halaman masing-masing.

Para pemudik sejatinya bisa membawa cerita-cerita genuine dan inspiratif bagi saudara dan koleganya di kampung. Cerita bahwa kehidupan di kota tak selalu indah atau menarik seperti yang kerap gambarkan dalam film atau sinetron.

Cerita bahwa sekalipun di kota terdapat berbagai fasilitas, namun persaingan hidup keras atau tidak mudah.

Meski kota kerap menawarkan banyak kemungkinan yang bisa diraih, namun migrasi tanpa tujuan jelas dengan skills yang terbatas adalah tindakan konyol yang bakal menyusahkan.

Alih-alih mengajak orang lain untuk ikut ke kota, para pemudik tercerahkan ini justru membuka cakrawala dan peluang-peluang baru yang jauh lebih menguntungkan secara ekonomi, bila keluarga dan koleganya mau tetap bertahan di kampung halaman.

Kondisi di desa atau kampung yang masih penuh potensi, seperti lahan yang luas dan subur, sementara di sisi lain ada banyak kebutuhan di kota yang perlu disuplai dan dipenuhi dari desa atau daerah, dapat dijadikan peluang yang menguntungkan.

Apalagi dengan majunya teknologi digital termasuk hadirnya jasa pengiriman barang atau logistik yang lebih mudah dan murah. Oleh pemudik tercerahkan bermental entrepreneur ini dimanfaatkan sebagai peluang usaha atau bisnis.

Keluarga atau koleganya di desa diarahkan untuk tetap menetap di kampung, menggarap berbagai potensi yang ada, seperti perkebunan, peternakan atau perikanan. Sementara pemudik entrepreneur itu mencari akses pasar sekembalinya ke kota.

Seperti mencari peluang untuk memasok sayur dan buah organik, ikan dan produk peternakan ke toko, restoran atau hotel. Selanjutnya pemudik entrepreneur menjadi jembatan atau perantara distribusi barang atau produk-produk itu.

Tidak saja dalam distribusi dan akses pasar hasil perkebunan, peternakan dan perikanan, tapi juga dalam mendorong masyarakat desa untuk menekuni industri kerajinan atau industri rumahan hingga menginisiasi desa wisata berbasis potensi daerah.

Semua proses itu kemudian dilanjutkan dengan pembuatan platform digital, serta diadakan training atau pelatihan singkat, yang bisa dilakukan secara online dengan mengundang pakar bagaimana promosi dan berjualan produk lewat marketplace atau media online lainnya.

Lebih keren lagi bila para pemudik entrepreneur juga membantu atau memfasilitasi hingga ke aspek permodalan. Makin lengkap ekosistem yang diadvokasi; mendorong peningkatan kapasitas dan daya saing, membantu distribusi dan mencarikan akses pasar, branding produk hingga modal usaha.

Menjadi pola hubungan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan dan membesarkan. Semua itu bila mau dilakukan dengan sungguh-sungguh, tentu saja membuat mudik akan jauh lebih bermakna.

Sehingga keseruan Lebaran di kampung yang biasanya hanya sehari atau dua hari itu, sisa waktu mudiknya dapat dijadikan kesempatan untuk mengedukasi, menginspirasi dan mendorong terjadinya perubahan sosial di masyarakat.

Selamat Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/18/16003441/memanfaatkan-tradisi-mudik-mendorong-perubahan-sosial

Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke