Salin Artikel

Hakim MK Guntur Hamzah Disanksi Ringan, Penegakan Kode Etik Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian sanksi teguran tertulis yang tergolong ringan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kepada Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dinilai menjadi wujud lemahnya penegakan etika di lembaga itu.

"Keputusan MKMK ini tidak menunjukkan adanya penegakan kode etik yang dapat mencegah terjadinya perilaku yang serupa pada Hakim MK," kata Ketua Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Herman, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (22/3/2023).

Herman juga menilai karena tidak ada tindakan tegas dari MKMK terhadap Guntur maka dikhawatirkan kejadian serupa bisa terulang di masa mendatang jika masyarakat lalai dalam mengawasi setiap pembacaan putusan MK.

"Sanksi tersebut berpotensi memunculkan upaya-upaya yang serupa di mana putusan MK dapat diubah sendiri oleh hakim atau pihak lain di MK," ucap Herman.

Pada Senin (20/3/2023) lalu, MKMK menyatakan Guntur melanggar kode etik dan asas integritas karena telah mengubah substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022.

Herman menilai, pemberian sanksi teguran tertulis bagi Guntur kurang tepat karena perbuatannya dinilai telah merendahkan, mencoreng dan mempermainkan marwah MK yang dapat berakibat pada menurunnya kepercayaan publik.

"Keputusan MKMK ini telah menunjukkan adanya pelanggaran yang fatal oleh Guntur Hamzah karena telah mengubah bukan saja kata dari putusan MK, tetapi menyebabkan adanya perubahan substansial atas putusan MK," ucap Herman.

Sebab menurut dia, Guntur yang sudah bekerja sekian tahun sebagai Sekretaris Jenderal MK dan kemudian diangkap sebagai Hakim Konstitusi sangat memahami makna setiap kata dalam putusan MK. Maka dari itu, menurut Herman, Guntur sebaiknya segera diberhentikan dari jabatannya.

"Sehingga sangat rasional untuk menyimpulkan apa yang dilakukannya adalah kesengajaan. Bahkan patut diyakini adanya maksud tertentu yang mengandung unsur kejahatan," ucap Herman.

Sebelumnya, MKMK menyatakan kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi, yaitu 23 November 2022, menyusul pencopotan sepihak eks hakim konstitusi Aswanto secara inkonstitusional.

Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK dan kandidat yang diajukan oleh DPR buat menggantikan Aswanto baru dilantik pagi itu.

Akan tetapi, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat untuk mengonfirmasi dugaan motif Guntur mengubah substansi putusan demi mengafirmasi keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.

MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.

Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.

Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.

Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.

Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.

Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.

Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.

Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.

Selain itu, MKMK menyatakan tidak menemukan persekongkolan yang dilakukan oleh Guntur terkait pengubahan putusan itu.

MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.

"Sesungguhnya telah diketahui oleh beberapa orang Hakim dan telah sejak awal diakui oleh Hakim terduga serta telah pula diberitahukan kepada panitera untuk dibicarakan dalam RPH," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna.

"Namun RPH dimaksud tidak pernah dilaksanakan dengan alasan yang lebih bersifat teknis psikologis," ujarnya.

(Penulis : Vitorio Mantalean | Editor : Bagus Santosa)

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/23/15400001/hakim-mk-guntur-hamzah-disanksi-ringan-penegakan-kode-etik-dipertanyakan

Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke