"Saatnya sekarang untuk memperbaiki sistem," kata Yunus dalam acara Gaspol! Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Menurut Yunus, perbaikan sistem ini mesti menyasar pada pegawai Direktorat Jenderal Pajak, konsultan pajak, hingga pengadilan pajak.
Pembenahan di sisi pegawai pajak, kata Yunus, bisa dilakukan menerapkan manajemen risiko dalam proses pemeriksaan wajib pajak.
Sebab, ia menyebutkan, dalam pemeriksaan terhadap wajib pajak itulah ada potensi kongkalikong antara pegawai pajak dengan wajib pajak atau konsultannya.
"Kalau mereka yang high risk, governance-nya harus lebih ketat. misalnya jadi jangan pernah dibiarkan mereka sendiri-sendiri berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan wajib-wajib pajak," kata Yunus.
Ia melanjutkan, konsultan pajak juga mesti memiliki undang-undangnya sendiri supaya ada ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban para konsultan pajak.
Pasalnya, mereka yang berprofesi sebagai konsultan pajak pun umumnya juga mantan pegawai Ditjen Pajak.
"Perlu dibuat sehingga mereka ada kode etik, ada ancaman sanksi yang cukup besar, ada governance yang baik. Kalau enggak, masalah pajak enggak selesai," ujar Yunus.
Pengadilan pajak, kata Yunus, juga mesti dibersihkan karena data menunjukkan bahwa pemerintah banyak kalah dalam perkara yang ditangani oleh pengadilan pajak.
"Hakim pajak mayoritas siapa? Orang pajak juga, mantan orang pajak sebagian kecil orang bea cukai," kata dia.
Yunus juga menegaskan bahwa perbaikan sistem ini harus dibarengi dengan penindakan terhadap oknum-oknum yang melanggar.
Ia menyatakan, perbaikan sistem tidak akan berjalan bila tidak ada penindakan yang dilakukan.
"Yang namanya OTT, penindakan, perlu untuk pintu masuk memperbaiki sistem. Kalau enggak, tidak pernah dihargai perbaikan sistem itu kalau tidak ada penindakan," kata Yunus.
Diberitakan sebelumnya, PPATK mencurigai adanya transaksi mencurigakan di dalam rekening milik Rafael.
Sejauh ini, sudah 40 rekening terkait Rafael diblokir. Nilai aliran uang di dalam rekening tersebut dalam kurun 2019-2023 ditaksir mencapai Rp 500 miliar.
Nama Rafael mencuat setelah anaknya, Mario Dandy Satrio (20) terlibat kasus penganiayaan terhadap anak pengurus Banser NU, berinisial D (17).
Dari sana, Rafael terus disorot. Utamanya, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada ketidaksesuaian antara profil jabatan Rafael dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
Diketahui, sebelum dipecat dari instansi yang dipimpin Sri Mulyani, Rafael merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Eselon III dengan kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 56,1 miliar.
Dicurigai, beberapa harta milik Rafael tidak tercatat di LHKPN. Salah satunya, mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson yang kerap dipamerkan keluarganya di media sosial. Bahkan, mobil tersebut tercatat atas nama orang lain.
KPK pun sempat menyebut akan memeriksa beberapa orang yang diduga bagian dari “geng” di Ditjen Pajak.
Beberapa orang di Kemenkeu diduga saling berhubungan satu sama lain karena memiliki perjalanan karier atau pendidikan yang beririsan.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/16/11105491/kasus-rafael-alun-dinilai-momentum-perbaikan-sistem-pajak-dari-pegawai