Hal itu disampaikan Samad menanggapi adanya laporan transaksi ganjil eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang telah disampaikan ke KPK pada tahun 2011.
Diketahui, Rafael Alun Trisambodo merupakan seorang mantan pejabat eselon III dengan jabatan Kepala Bagian Umum di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang menjadi sorotan publik lantaran memiliki harta Rp 56,1 miliar.
Abraham Samad menyinggung soal Undang-undang nomor 30 tahun 2022 tentang KPK yang membatasi kewenangan atau domain lembaga antirasuah itu.
KPK, kata Abraham, hanya bisa mengusut perkara yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pihak-pihak lain yang terkait.
"Penyelenggara negara yang dimaksud di dalam Undang-undang tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 tentang penyelenggara negara, yang dimaksud adalah pegawai negeri sipil eselon I," kata Samad dalam acara Gaspol Kompas.com, Rabu (15/3/2023).
"Apakah Rafael pada saat itu sudah menjabat eselon I? Sekarang saja, kalau saya liat, dia (Rafael Alun) baru eselon III. Saya enggak membayangkan tahun 2012 mungkin dia masih pegawai biasa juga, belum dapat jabatan yang punya eselonisasi ya," ujarnya lagi.
Perkara yang bisa ditangani KPK adalah perkara yang mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar.
Sementara perkara yang tidak diatur dalam domain atau kewenangan KPK bakal dilimpahkan ke Kepolisian atau Kejaksaan.
"Kenapa Undang-undang memberikan domain? Karena pada saat awal KPK memang dianggap masi punya keterbatasan sehingga ada domain-domain tertentu yang dibuat tidak terlalu luas," kata Abraham Samad.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/16/09291961/ppatk-laporkan-kejanggalan-harta-rafael-ke-kpk-sejak-2011-abraham-samad