Lima isu prioritas tersebut yakni kemiskinan dan pengangguran (69 persen), konflik dan perdamaian, kekerasan dan kriminalitas (64 persen), akses terhadap pendidikan (47 persen), kesehatan mental dan fisik termasuk kesehatan seksual dan reproduksi (42 persen), serta respons penanganan Covid-19 (42 persen).
Tak heran, 94 responden atau 9 dari 10 remaja perempuan percaya bahwa partisipasi perempuan dalam dunia politik sangat penting.
Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengatakan, partisipasi perempuan dalam politik dibutuhkan dalam berbagai keputusan yang berdampak pada hidupnya, seperti keputusan di rumah, sekolah, komunitas, dan berbagai ruang lainnya.
"Sebanyak 9 dari 10 perempuan percaya bahwa partisipasi politik itu penting dan mereka concern pada isu-isu kemiskinan, pendidikan, hingga lingkungan, termasuk juga isu kekerasan, dan kriminalitas menjadi concern anak-anak muda di Indonesia," kata Dini saat ditemui di Gedung Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu (15/3/2023).
Kendati begitu, kata Dini, 9 dari 10 atau 97 persen remaja perempuan mengakui adanya berbagai hambatan dalam proses partisipasi.
Hambatan itu bersifat interseksional dan struktural karena usia dan gender yang dianggap belum dewasa serta berbagai stereotipe yang berkembang di masyarakat.
Tantangan lainnya juga beragam, dari kurangnya akses ke dalam pengambilan keputusan, persepsi kurangnya pengetahuan atau keterampilan, hingga gagasan dari orang lain tentang apa yang pantas untuk remaja perempuan dan perempuan muda.
Di sisi lain, ketika berusaha untuk terlibat, mereka sering diremehkan dan jarang didengarkan.
"Walaupun interest-nya tinggi walau mereka juga yakin itu adalah hal yang penting, berpolitik, tapi masih banyak sekali hambatan yang dirasakan terutama yang perempuan untuk masuk berpolitik," tutur Dini.
Selain itu, 20 persen responden survei yang merupakan remaja perempuan Indonesia melihat adanya fenomena masyarakat tidak terlalu menerima perempuan pemimpin politik nasional.
Hal ini jauh dibandingkan dengan opini responden remaja perempuan di tingkat global, yakni sebanyak 49 persen yang melihat perempuan lebih bisa diterima menjadi pemimpin politik di negaranya.
Tak heran, remaja perempuan di Indonesia memiliki tingkat kepercayaan yang relatif rendah untuk menjadi pemimpin politik.
"Hanya 22 persen di Indonesia dibanding 53 persen di global, remaja perempuan yang mempercayai perempuan mampu menjadi pemimpin di level provinsi seperti gubernur, anggota DPRD, dan lain-lain," kata dia.
Riset ini melibatkan 1.000 anak perempuan usia 15-24 tahun, yang didominasi oleh perempuan berusia 20-24 tahun sebanyak 65 persen dari total responden survei.
Secara rinci, sebanyak 757 responden berasal dari Pulau Jawa, 48 responden dari Kalimantan, 46 responden dari Pulau Sunda Kecil, 5 responden dari Pulau Maluku, 23 responden dari Papua, 67 responden dari Sulawesi, dan 54 responden dari Sumatera.
Karakteristik responden beragam dari 76 persen perkotaan, 19 persen pedesaan, dan 1 persen pemukiman informal.
Responden berasal dari etnis, kelompok, penyandang disabilitas, pengungsi, dan agama minoritas.
Secara keseluruhan, responden mencapai 29.000 remaja perempuan dari 29 negara termasuk Indonesia yang dilakukan pada periode Februari-Maret 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/15/23280241/plan-indonesia-ada-5-isu-yang-dianggap-penting-oleh-remaja-perempuan-di