Peneliti bidang legislasi Formappi Lucius Karus menyatakan, kepercayaan publik terhadap dua lembaga ini justru posisinya selalu di bawah.
"Kepercayaan publik yang rendah kepada parpol dan DPR sih saya kira bukan kabar baru. Hampir semua survei beberapa waktu terakhir ini memperlihatkan hal serupa," kata Lucius kepada Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
Saking selalu rendahnya kepercayaan publik, Lucius berpandangan bahwa parpol dan DPR enggan melakukan perubahan untuk meningkatkan rasa percaya masyarakat.
Ia pun mengaku tak habis pikir dan keheranan mengapa parpol dan DPR tidak menunjukkan semangat berbenah diri.
"Jangan-jangan karena hasil survei selalu sama lalu parpol dan DPR merasa bahwa itu sudah takdir mereka. Karena takdir ya sudahlah, terima saja. Toh dengan tingkat kepercayaan publik yang selalu rendah saja, kekuasaan mereka tetap saja menentukan," ujar dia.
Di sisi lain, hasil survei yang selalu rendah itu menunjukkan bahwa parpol dan DPR seakan tak peduli lagi terhadap penilaian publik.
Sikap tak peduli itu, menurut Lucius, menegaskan bahwa jarak antara parpol, DPR, dan publik semakin jauh, bahkan nyaris tak tersambung lagi.
"Publik tak percaya parlemen dan parpol, sebaliknya parpol dan parlemen tak peduli dengan publik. Ini yang membuat penilaian dari berbagai lembaga survei soal tingkat kepercayaan lembaga ini tak mendorong perubahan sedikit pun," ucap dia.
Lucius mengatakan, parlemen dan parpol terus asyik dengan kenikmatan kekuasaan mereka.
"Keasyikan parlemen dan parpol ini mudah terlihat pada kebijakan-kebijakan yang mereka hasilkan," kata dia.
"Kebijakan yang bertautan langsung dengan kepentingan parpol dan parlemen dengan mudah disetujui sedangkan kebijakan untuk rakyat harus menghabiskan waktu yang lama. Lihat misalnya proses pembahasan RUU Cipta Kerja, RUU IKN, lalu bandingkan dengan RUU PPRT, RUU TPKS yang sekarang sudah menjadi UU TPKS," ucap dia.
Lucius mengatakan, mendorong perubahan dari hasil penilaian survei kepada DPR dan parpol rasanya hanya membuang energi.
Sebab, kata dia, tidak ada perubahan ke arah lebih baik yang dilakukan kedua lembaga.
Kendati demikian, perubahan terhadap dua lembaga ini bisa saja dilakukan. Namun, hal itu hanya bisa dilakukan melalui pemilu.
"Publik yang tidak percaya kepada parlemen dan parpol seharusnya menumpahkan kekecewaan mereka terhadap institusi-institusi itu dengan menghukumnya melalui pemilu," ucap Lucius.
"Sayangnya publik tak cukup serius memberikan hukuman itu kepada anggota parlemen dan parpol pada saat pemilu. Raihan suara parpol pada saat pemilu selalu akan jadi pembenar bagi situasi parpol dan parlemen yang enggan berubah," papar dia.
Adapun hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkini menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap parpol dan DPR hanya 7 persen. Angka itu paling rendah di antara lembaga lainnya.
Dikutip Tribunnews.com, pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi berbicara soal dampak akibat dari rendahnya kepercayaan publik kepada dua instansi politik, yakni DPR dan partai politik.
Hal ini disampaikannya dalam rilis bertajuk "Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Penegakan Hukum, Isu-Isu Penegakan Hukum, dan PSSI", secara virtual, Rabu (1/3/2023).
Menurut DIA, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif membuatnya sulit mendapat apresiasi dari publik itu sendiri.
"Kalau trust buruk jangankan kebijakan yang baik, kebijakan yang benar pun sulit untuk mendapatkan apresiasi publik,” kata Burhanuddin.
“Kalau trust lembaga buruk ini yang menjelaskan data menunjukkan trust terhadap partai dan DPR kan rendah," ujar dia.
Alhasil, kata Burhanuddin, apa pun yang dilakukan oleh partai politik dan DPR/DPRD akan dipersepsikan buruk.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/02/12302991/kepercayaan-publik-ke-parpol-dan-dpr-paling-rendah-formappi-bukan-kabar-baru