Salin Artikel

Wadireskrimum Polda Jatim dkk Diadukan ke Propam Polri Buntut Penetapan Tersangka 3 Petani Pakel

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah penyidik dan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim) AKBP Ronald A Purba diadukan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri, Jakarta, terkait dugaan tindakan tak profesional dalam penahanan dan penetapan tersangka tiga petani di Desa Pakel, Jawa Timur.

Adapun pengaduan dibuat oleh YLBHI dan LBH Surabaya bersama salah satu keluarga dari petani Pakel yang ditetapkan sebagai tersangka.

Pengaduan terdaftar dengan nomor SPSP2/1124/II/2023/Bagyanduan tanggal 22 Februari 2023.

"Mengadukan penyidik dan kemudian ada Wadireskrimum AKBP Ronald dan kami ingin mengadukan terkait dengan ada dugaan pelanggaran dalam proses penetapan tersangka dan penangkapan yang tidak etis dan melanggar kode etik ke Propam," kata perwakilan LBH Surabaya, Taufiqurochim di Lobi Gedung Pengaduan Propam, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/2/2023).

Taufiqurochim mengungkan bahwa ketiga petani Pakel itu ditetapkan tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan sebagai saksi.

Bahkan, menurutnya, surat penetapan tersangka disampaikan tidak secara langsung oleh penyidik, melainkan melalui jasa pengiriman JNE.

Dalam pengaduan ke Propam ini, LBH Surabaya juga membawa dan menyerahkan sejumlah bukti pendukung di antaranya beberapa surat panggilan serta bukti pengiriman dengan JNE.

"Iya. Hampir semua dari panggilan empat, surat empat panggilan itu dikirimkan JNE semua. Itu tentu bertentangan dengan pasal 227 KUHAP," tambahnya.

Ia menjelaskan, akar permasalahan yang berujung penetapan tersangka itu bermula dari konflik agraria lahan turun termurun yang sudah lama dikelola warga Desa Pakel.

Menurutnya, lahan yang dikelola warga, termasuk tiga petani Pakel itu, sudah dilakukan sejak masa kolonial, sebagaimana akta penunjukkan tahun 1929.

Namun, penyidik Polda Jatim dan pelapor kasus terkait lahan itu menduga bahwa akta tahun 1929 itu tidak memiliki legalitas.

"Namun pertanyaannya adalah siapa yang berhak dan siapa yg mempunyai kapasitas untuk menguji akta 1929 tentu bukan Polda tapi institusi terkait, ATR BPN," ucapnya.

Padahal, menurut Taufiqurochim, berdasarkan keterangan sejumlah ahli, akta tahun 1929 itu juga masih absah dan legal.

Adapun saat ini sudah banyak masyarakat yang menjamin agar ketiga petani itu ditangguhkan penahannya, namun hingga kini mereka masih ditahan.

Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan audiensi dengan Kementerian ATR BPN pada Selasa (21/2/2023) kemarin.

Menurut pihak ATR BPN, kata Taufiqurochim, seharusnya kasusnya diselesaikan secara perdata lebih dahulu.

Kementerian ATR BPN juga menyampaikan bahwa kasus tersebut masuk dalam 31 kasus yang diprioritaskan untuk diselesaikan.

"Dari ATR sendiri mengatakan dan akan berkomitmen menyelesaikan konflik agrarianya dan ingin menyampaikan kepada pihak terkait bahwa ini adalah sebagai kasus secara keperdataan harus diselesaikan dulu sebelum ada pidana," ujarnya.

Lebih lanjut, Taufiqurochim juga menyebut pihaknya sudah membuat aduan ke Kompolnas dan Komnas HAM, serta telah menghubungi beberapa anggota Komisi III DPR RI.

Setelah itu, mereka juga berencana untuk mengadukan ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Dalam kesempatan itu, anak dari salah satu petani yang dijadikan tersangka juga menyampaikan harapannya. Ia berharap agar ayahnya dan petani lainnya segera dibebaskan.

"Kalau harapan saya sendiri semoga yang ditahan ini cepat keluar dan konflik agraria ini cepat selesai," ucap anak dari salah satu petani.

Diberitakan sebelumnya, penetapan tersangka ketiga petani itu dilakukan Polda Jatim. Mereka menjadi tersangka atas dugaan penyebaran berita bohong hingga mengakibatkan terjadinya bentrokan.

Selain tiga petani, satu tersangka lain ialah Abdillah yang merupakan seorang anggota LSM.

Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Deddy dalam keterangan persnya di Mapolda Jawa Timur menjelaskan, kasus ini dimulai pada tahun 2018 dari persoalan konflik tanah antara warga Desa Pakel dengan PT. Bumi Sari.

Para tersangka diduga menyebarkan berita bohong bahwa tanah itu adalah milih warga.

"Tersangka mengutarakan kepemilikan tanah yang dibuat berita bohong. Di mana tanah itu disebut merupakan tanah dari masyarakat, yaitu atas penunjukan dari Sri Baginda Ratu tahun 1929," kata Deddy, Rabu (8/2/2023).

Namun menurut pihak kepolisian, tanah itu adalah milik negara yang statusnya Hak Guna Usaha (HGU) dengan nomor 295 milik PT. Bumisari.

Berita bohong tersebut, kata Deddy, menyebabkan bentrokan.

“Akibat yang ditimbulkan dari pemberitaan hoaks ini pertama adanya unjuk rasa besar-besaran dari warga Desa Pakel. Lalu, bentrokan antara warga desa dan karyawan perusahaan,” ujarnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/22/21195231/wadireskrimum-polda-jatim-dkk-diadukan-ke-propam-polri-buntut-penetapan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke