Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, tidak hanya apresiasi, tapi juga terima kasih karena Richard Eleizer adalah pihak terlindung dari LPSK.
"Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada jaksa atas keputusannya untuk tidak melakukan upaya banding terhadap vonis yang dijatuhkan kepada Richard Eliezer," kata Edwin kepada Kompas.com, Kamis (16/2/2023).
Edwin mengatakan, langkah Kejagung sudah tepat karena sudah sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan sidang yang digelar Rabu (15/2/2023) kemarin.
Vonis ringan tersebut, kata Edwin, sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi Korban dan sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
"Tidak mengajukan banding itu artinya Jaksa menerima semua pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Majelis Hakim, termasuk di dalamnya bahwa majelis hakim mempertimbangkan posisi Richard sebagai justice collaborator yang memang dalam Undang-Undang sudah diatur tentang pemberian penghargaan atau rewardnya," kata Edwin.
Adapun sikap Kejagung mengenai vonis Richard Eliezer disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI Fadil Zumhana.
Fadil mengatakan, pihaknya tidak melakukan banding karena dua hal.
Pertama, Richard Eliezer sudah mendapatkan maaf dari keluarga korban Yosua, khususnya dari ibu korban, Rosti Simanjuntak.
Menurut Fadil, pemberiaan maaf adalah putusan hukum tertinggi yang menjadi alasan Kejagung tidak melakukan banding.
"Kata maaf itu adalah yang tertinggi dalam putusan hukum, berarti ada keikhlasan dari orangtuanya (Yosua) dan itu terlihat dari ekspresi menangis," ucap Fadil, Kamis.
Selain itu, Richard juga disebut sebagai pelaku yang kooperatif untuk membongkar peristiwa pembunuhan itu di persidangan.
"Saudara Richard Eliezer yang telah berterus terang, koorperatif dari awal, itu merupakan contoh bagi para pelaku penegak hukum yang mau membongkar suatu peristiwa tindak pidana," tutur Fadil.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan JPU.
Majelis Hakim kemudian memutuskan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Richard.
Putusan tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 12 tahun penjara.
Salah satu alasan yang meringankan Richard Eliezer adalah sebagai justice collaborator dalam persidangan berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh LPSK.
Dalam kasus ini, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi dan rekan sesama ajudan, Ricky Rizal atau Bripka RR.
Asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah lebih dulu menjalani sidang putusan pada Senin (13/2/2023). Sementara, istrinya Putri Candrawathi divonis pidana 20 tahun penjara.
Sehari setelahnya, giliran Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal yang menjalani sidang putusan. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara. Sementara Ricky Rizal dijatuhi pidana 13 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Ajudan Ferdy Sambo itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Adapun pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo yang kala itu masih polisi dengan pangkat jenderal bitang dua marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Akhirnya, Brigadir J pun tewas diekskusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/16/21024511/lpsk-apresiasi-sikap-kejagung-tak-ajukan-banding-vonis-ringan-richard