JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak tiga orang hakim yang menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara kepada Putri Candrawathi (istri Sambo) kembali menjadi sorotan.
Mereka adalah Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, dan dua orang Anggota Majelis yakni Morgan Simanjutak, dan Alimin Ribut Sujono.
Ketiganya sejak awal ditugaskan buat memimpin persidangan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Selain Ferdy Sambo dan Putri, ketiga hakim itu juga memimpin persidangan terdakwa Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), Kuat Ma'ruf, dan Richard Eliezer (Bharada E).
Berikut ini adalah profil singkat masing-masing hakim yang menangani perkara itu.
1. Wahyu Iman Santoso
Wahyu Iman Santoso saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia lahir pada 17 Februari 1976.
Dia menggantikan Lilik Prisbawono yang dipromosikan menjadi Ketua PN Kelas 1A Khusus Jakarta Pusat.
Sebelum menjadi Wakil Ketua PN Selatan, Wahyu Iman Santoso adalah Ketua Pengadilan Negeri Denpasar.
Wahyu Iman Santoso juga pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri Kediri Kelas 1B dan Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1 A Batam.
Ia sempat bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar sebelum akhirnya dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tarakan Kelas IB.
Adapun pangkat atau golongan Wahyu Iman Santoso saat ini adalah Pembina Utama Muda (IV/c) dengan pendidikan terakhir S2.
Di PN Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso pernah memimpin sidang praperadilan yang diajukan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, terkait status tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gereja di Mimika.
Dalam putusan yang dibacakan pada 25 Agustus 2022 lalu, Wahyu Iman Santoso menolak permohonan praperadilan Eltinus Omaleng.
Pendidikan terakhir Morgan Simanjuntak adalah S2 dengan gelar MHum.
Morgan Simanjuntak lahir pada 22 September 1962 sehingga saat ini usianya 60 tahun.
Ia diangkat sebagai CPNS pada Desember 1992 dengan golongan/pangkat terakhir adalah Pembina Utama Madya (IV/d).
Morgan Simanjuntak sudah pernah bertugas di beberapa daerah. Yakni di Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, dan terakhir Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di tempat tugasnya saat ini, Morgan Simanjuntak pernah jadi satu-satunya hakim yang menolak praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke KPK, terkait kasus Djoko Tjandra.
Ketika bertugas di Medan pada 2017, ia menjatuhkan vonis mati untuk M Rizal alias Hasan, bandar narkotika yang menyimpan sabu seberat 85 kilogram serta 50 ribu butir pil ekstasi.
Pada Juli 2020 silam, Morgan Simanjuntak menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara kepada tiga mahasiswa Universitas HKBP Nommensen yang mengeroyok teman sekampusnya hingga tewas.
3. Alimin Ribut Sujono
Alimin Ribut Sujono lahir pada 29 November 1967 dan diangkat sebagai CPNS pada Desember 1992.
Alimin Ribut Sujono terdaftar sebagai hakim di PN Jakarta Selatan dengan golongan atau pangkat Pembina Utama Madya (IV/d).
Sebelum bertugas di PN Jakarta Selatan, Alimin pernah menjabat sebagai Ketua PN Bantul dan Ketua PN Lubuklinggau.
Saat bertugas di Bantul, Alimin Ribut Sujono pernah menangani kasus sengketa dana hibah Persiba Bantul.
Baru-baru ini, Alimin Ribut Sujono dikenal karena menolak gugatan perkawinan beda agama oleh DRS dan JN.
Kendati demikian, ia mengizinkan keduanya untuk tetap mendaftarkan perkawinan mereka ke Dukcapil Jakarta Selatan.
Alimin Ribut Sujono pernah memimpin sidang praperadilan yang diajukan MAKI atas kasus Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ia menolak permohonan praperadilan yang diajukan MAKI pada 29 Juni 2021.
Dalam video itu terlihat orang yang diduga Hakim Wahyu terlihat sedang duduk di sebuah sofa dan berdiskusi dengan seorang perempuan di depannya.
Isi pembicaraan antara orang yang diduga Hakim Wahyu dan perempuan itu yang kemudian menjadi sorotan.
"Bukan, masalahnya dia enggak masuk akal banget dia nembak pakai pistol Josua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja. Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan,” kata pria yang diduga Hakim Wahyu.
"Saya enggak butuh pengakuan. Kita bisa menilai sendiri. Silakan saja saya bilang mau buat kayak begitu. Kemarin tuh sebenarnya mulut saya sudah gatel, tapi saya diemin saja," kata lelaki itu.
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bahkan turun tangan menyelidiki video itu.
Vonis di atas tuntutan
Majelis hakim yang memimpin persidangan itu pada hari ini menjatuhkan putusan atau vonis kepada Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Majelis hakim menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," lanjut Hakim Wahyu.
Sedangkan untuk Putri, Hakim Wahyu menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 20 tahun," ujar Hakim Wahyu.
Putusan terhadap Ferdy Sambo dibacakan dalam sidang terpisah dan lebih dulu dari Putri.
Hakim menyatakan tidak ada hal yang meringankan dari kedua terdakwa.
Putusan terhadap Ferdy Sambo dan Putri jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) beberapa waktu lalu.
JPU beberapa waktu lalu menuntut penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo atas perkara pembunuhan berencana dan mengakibatkan perangkat elektronik tidak bekerja dalam kaitan dengan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Sedangkan Putri sebelumnya dituntut 8 tahun penjara oleh JPU.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/20445321/profil-3-hakim-yang-vonis-mati-ferdy-sambo-dan-20-tahun-penjara-putri