Salin Artikel

Hakim ke Pengacara Hendra Kurniawan-Agus Nurpatria: Ilustrasinya Jangan Fakta!

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua tim penasihat hukum terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Henry Yosodiningrat meminta pendapat Guru Besar ilmu hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono perihal pelanggaran hukum yang dilakukan bagi pihak yang melaksanakan perintah jabatan.

Hal itu diutarakan Henry Yosodiningrat saat menghadirkan Agus Surono sebagai ahli dalam kasus obstruction of justice atau kasus perintangan penyidikan terkait kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Henry pun mengilustrasikan adanya perintah terhadap seorang polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) yang ditugaskan oleh atasannya yang pangkatnya lebih tinggi.

Perintah itu masih terkait dengan fungsi Biro Pengamanan Internal (Paminal) yang tugasnya menyelidiki dugaan pelanggaran anggota di Institusi Polri.

Henry pun menyebutkan bahwa tugas pokok dan fungsi Biro Paminal telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Pekap) dan Peraturan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Perkadiv Propam).

“Apakah si pejabat yang berpangkat Kombes ini yang sudah melaksanakan atau mengemban fungsi Paminal yang tadi saya bacakan memiliki fungsi kewenangan untuk mengamankan, apakah dia melawan hukum?” tanya Henry dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023).

“Dia mempunyai kewenangan sesuai dengan peraturan Kadiv Propam? Melawan hukum atau tidak?” tanya Henry.

Atas pertanyaan itu, Agus Surono berpandangan bahwa selama seseorang menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan yang telah diatur, maka tugas yang dilakukan tidak bisa disebut melanggar hukum.

“Selama perintahnya menjalankan dua fungsi yang saya sebutkan yang tadi yang dipertegas kuasa hukum yakni fungsi pengamanan dan fungsi penyelidikan adalah itu merupakan bagian yang diperintah maka ini tidak masuk dalam kualifikasi melawan hukum,” jelas ahli pidana dari Universitas Pancasila itu.

Atas penjelasan tersebut, Henry pun mencontohkan tindakan lebih spesifik terkait perintah pengamanan suatu benda setelah adanya peristiwa yang saat itu diketahui adalah tembak-menembak sesama anggota Polri.

Padahal, pengamanan benda itu dilakukan sesuai dengan fungsi pada biro Paminal untuk nantinya dikoordinasikan kepada penegak hukum wilayah setempat yang menangani perkara tersebut.

“Dalam rangka penyelidikan suatu peristiwa tembak-menembak anggota Polri, menjalankan fungsi Propam atau Paminal. Nanti koordinasikan, perintahnya itu,” papar Henry.

“Enggak ada perintah ‘kamu ambil, kamu sembunyikan, atau taruh di rumah saya atau taruh di gudang’, perintahnya amankan, koordinasikan dengan fungsi paminal, apakah itu perintah yang melawan hukum?” tanya dia.

Atas pertanyaan itu, ahli pun kembali menegaskan bahwa perintah yang diberikan oleh atasan dalam rangka menjalankan fungsi tugas maka tidak masuk dalam kualifikasi melawan hukum.

Setelah penjelasan tersebut, Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel lantas meminta tim penasihat hukum untuk tidak mengaitkan pendapat ahli yang dihadirkan dengan perkara yang tengah diperiksa.

“Baik saya ingatkan ya, sekalipun itu ilustrasi tapi ilustrasi itu jangan fakta yang menjadi persoalan dalam perkara ini. Saya lihat tadi PH (penasihat hukum) ini sudah menerangkan, tidak masuk dalam ilustrasi. Jangan masuk ke subtansi dari persidangan ini seperti itu!” ujar Hakim Suhel.

“Ilustrasi yang digambarkan tadi itu, menunjukkan fakta yang bersangkut subtansi dalam perkara ini, tolong itu jangan sampai seperti itu!” ucap Hakim.

“Terima kasih, Yang Mulia, kami tetap menjaga etika tidak masuk dalam subtansi dalam arti kami tidak menunjuk siapa si A itu, apakah ada dalam ruangan ini atau tidak,” ujar Henry Yosodiningrat.

“Tinggal menunjukkan orang yang dimaksud saja sebenarnya itu kan, walaupun tadi tidak disebutkan namanya itulah makanya disampaikan tidak masuk dalam subtansi perkaranya,” timpal Hakim Suhel.

Dalam kasus ini, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa telah melakukan perintangan penyidikan pengusutan kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Arif Rachman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.

Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Keenam anggota polisi tersebut dikatakan jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.

Para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, enam anggota polisi yang kala itu merupakan anak buah Ferdy Sambo juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/19/13101311/hakim-ke-pengacara-hendra-kurniawan-agus-nurpatria-ilustrasinya-jangan-fakta

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke