Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul.
Sebelumnya, Pacul menilai sikap 8 parpol di Senayan yang menolak sistem proporsional tertutup sebagai ajang hore-hore semata.
“Jadi sistem pemilu proporsional terbuka adalah kombinasi dari kepentingan partai, dan kehendak rakyat. Itu sistem pemilu yang solutif,” ujar Effendi pada Kompas.com, Sabtu (14/1/2023).
Menurutnya, sistem proporsional terbuka merupakan bentuk dari kemajuan demokrasi.
Masyarakat tetap bisa mendukung figur yang dipilihnya, tanpa memperhatikan parpol.
Tapi situasi itu, lanjut Effendi, tak membuat parpol kehilangan perannya dalam demokrasi di Indonesia.
“Partai sebagai pilar demokrasi tetap berfungsi dan berperan,” ucap dia.
Ia menuturkan sistem proporsional tertutup malah membuat demokrasi berjalan mundur.
Semestinya, ujar Effendi, yang harus dipikirkan adalah sistem pemilu yang lebih demokratis. Salah satunya, dengan menambah jumlah daerah pemilihan (dapil).
“Setiap dapil hanya tersedia satu kursi. Kalau kursi DPR RI 580, maka dapilnya juga sekian,” imbuhnya.
Adapun 8 parpol Senayan yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup adalah Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP.
Kemungkinan Pemilu 2024 berjalan dengan proporsional tertutup mungkin terjadi jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mempersoalkan sistem proporsional terbuka yang berlangsung sejak 2004.
Sementara itu hanya satu parpol Parlemen RI yang mendukung diberlakukannya sistem proporsional tertutup yakni PDI-P.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/14/21172991/pacul-pdi-p-komentari-8-parpol-tolak-pemilu-tertutup-nasdem-sistem-terbuka